PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT TERHADAP KONVERSI PAKAN


Tugas Riview
Penelitian Oleh :
E. PURBOWATI 1, C.I. SUTRISNO 1 , E. BALIARTI 2, S.P.S. BUDHI  dan W. LESTARIANA
3

PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN
DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN
DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT
TERHADAP KONVERSI PAKAN


FADLY HIDAYAT ILYAS
I 012 17 1 007







PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017


                                                              PENDAHULUAN
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi daging domba di pulau Jawa yang ketersediaan lahan semakin sempit untukpenggembalaan ternak maupun untuk penanaman hijauan pakan ternak adalahdengan penggemukan secara feedlotenggemukan secara feedlot merupakan system penggemukan yang dilakukan dalam waktu singkat di kandang dengan komponen pakan konsentrat tinggi (70 – 100%). Usaha yang dilakukan agar imbangan hijauan (pakan kasar dan konsentrat pada pakan penggemukan secara feedlot tepat sesuai dengan yang diharapkan, maka pakan tersebut harus berupapakan komplit bentuk pelet.
Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dandiberikan sebagai satu-satunya pakan yangmampu memenuhi kebutuhan hidup pokok danproduksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (H ARTADI et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik hijauan (pakan kasar) maupun konsentrat dicampur menjadi satu.
 Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia didalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor (S ARAGIH, 2000). Selain itu, paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya local (SUDARDJAT, 2000). Penggalian potensi penggunaan limbah sebagai bahan pakan local sangat diperlukan mengingat rumput yang merupakan pakan utama domba ketersediaannya langka di musim kemarau. Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan penyediaan bahan pakan untuk ruminansia.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan komplit adalah kandungan nutrien yang sesuai dengan ternak yang dipelihara. Menurut R ANJHAN (1981), kebutuhan bahan kering (BK) domba yang digemukkan sekitar 4,30 – 5,00% dari bobot badannya. Setelah kebutuhan BK terpenuhi, energi dan protein adalah kebutuhan utama yang harus tercukupi (HARYANTO dan JAJANEGARA, 1993). Kebutuhan lainnya adalah air, mineral, vitamin, dan lemak. Kebutuhan protein kasar (PK) dan totadigestible nutrients (TDN) untuk domba yang digemukkan menurut RANJHAN (1981) adalah10,90 – 12,70% dan 55 – 60%, sedangkan menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993)adalah 14 – 15% dan 45 – 63%. UMBERGER(1997) menyatakan, bahwa kebutuhan PK untuk domba yang digemukkan adalah 15% (untuk bobot badan 13,50 – 31,50 kg) dan 13% (untuk bobot badan lebih dari 31,50 kg) sedangkan TDN 70 – 75% (untuk bobot badan 22,50 – 33,75 kg) dan TDN 65 – 70% untuk campuran pakan komplit yang dibuat pelet. STANTON dan LEVALLEY (2004) merekomendasikan PK untuk domba yang digemukkan dengan bobot badan 31,50 kg sebesar 12 – 14%. Dari uraian di atas, makayang menjadi masalah adalah berapa kebutuhan PK dan TDN yang diperlukan untuk penggemukan domba lokal belum diketahui,sehingga perlu dilakukan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar PK dan TDN yang tepat untuk penggemukan domba secara feedlot. Apabila formulasi pakan komplit untuk penggemukan domba secara feedlot ini ditemukan, maka pemeliharaan ternak ruminansia yang tadinya bersifat land based (tergantung pada tanah/lahan untuk ditanami rumput atau untuk padang penggembalaan), menjadi non land based sehingga pemeliharaan ternak ruminansia dapat dilakukan tanpa membutuhkan lahan yang luas, yang semakin tidak mungkin didapatkan terutama di pulau Jawa.


MATERI DAN METODE
Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molasses serta ultra mineral produksi Eka Farma Semarang.
Domba dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan pakan komplit, yaitu R1 = protein dan energi rendah, R2 = protein tinggi dan energi rendah, R3 = protein rendah dan energy tinggi, dan R4 = protein dan energi tinggi. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot badan (BB) ± 15 kg (± 36 hari), B2 hingga BB ± 20 kg (± 49 hari), dan B3 hingga BB ± 25 kg (± 72 hari).
Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing  bahan pakan ditimbang sesuai dengan  proporsinya, dicampur, ditambah air hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pellet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui pada Tabel 1.
Penelitian berlangsung melalui 3 tahap,yaitu adaptasi pakan (14 hari), pendahuluan (7 hari), dan perlakuan (36 – 72 hari). Pakan diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan.

Prosedur pengukuran parameter
Parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), total  digestible nutrients (TDN), kecernaan BK, konversi pakan, feed cost ratio (FCR) dan biaya total. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan selisih antara bobot badan akhir dan awal dibagi waktu pemeliharaan. Konsumsi BK pakan adalah selisih antara pakan yang diberikan dan sisa pakan dikalikan kadar BK pakan. Konsumsi PK adalah konsumsi BK dikalikan kadar PK pakan. Konsumsi TDN adalah konsumsi BK dikalikan kadar TDN pakan. Kadar TDN pakan (%) merupakan penjumlahan dari PK tercerna, serat kasar (SK) tercerna, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tercerna dan 2,25 kali lemak kasar (LK) tercerna (HARTADI et al., 2005). Konversi pakan diperoleh dari konsumsi BK pakan dibagi PBHH yang dihasilkan. Feed cost ratio (FCR) dihitung dengan cara biaya pakan harian dibagi PBHH. Biaya total dihitung berdasarkan asumsi biaya pakan adalah 70% dari biaya total. Data yang diperoleh (kecuali FCR dan biaya total) dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan  dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991).


HASIL DAN PEMBAHASAN
Konversi pakan domba dengan perlakuan pakan yang berbeda
            Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa konsumsi BK, BO dan PK, kecernaan BK dan BO, serta konversi pakan domba berbeda nyata (P < 0,05) diantara perlakuan pakan, sedangkan PBHH dan konsumsi TDN tidak berbeda nyata (P < 0,05).Konsumsi BK dan BO pada R1 dan R2 lebih tinggi (P < 0,05) dari pada R3 dan R4,sedangkan konsumsi PK pada R3 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan pakan yang lain.  Kecernaan BK pada R1 dan R2 lebih rendah dari pada R3 dan R4 (P < 0,05) dan konversi pakan pada R1 paling tinggi  (P < 0,05) dibandingkan perlakuan yang lain. Biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan (FCR) dan biaya total pada R3 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
            
            Konsumsi BK pada R1 dan R2 lebih tinggi  Dari pada R3 dan R4, diduga karena pakan R1  dan R2 lebih palatabel dibandingkan R3 dan R4, sesuai pendapat FORBES (1986) bahwa palatabilitas pakan adalah salah satu factor yang mempengaruhi konsumsi. Dugaan tersebut berdasarkan kondisi fisik pakan R3 dan R4 lebih keras dari pada R1 dan R2, karena pakan R3 dan R4 mengandung tepung gaplek yang lebih tinggi daripada R1 dan R2, sehingga pada saat pembuatan pakan komplit bentuk pelet menjadi keras karena panas yang timbul dari mesin pencetak pelet. Selain itu, kandungan energi pakan (TDN) pada R1 dan R2 lebih rendah, yaitu 50,46 dan 52,61%, sedangkan pada R3 dan R4 adalah 58,60 dan 57,46%. Sesuai dengan pendapat P ARAKKASI (1999), bahwa faktor lain yang membatasi konsumsi pakan adalah kebutuhan energi dari ternak tersebut. Apabila kebutuhan energy ternak telah terpenuhi, maka ternak akan berhenti makan. Lebih lanjut PARAKKASI (1999) yang menyatakan, bahwa energi ransum yang terlampau tinggi dapat menurunkan tingkat konsumsi.
            Konsumsi BK pakan hasil penelitian ini relatif tinggi, yakni antara 4,86 – 5,58% dari BB ternak. Hasil penelitian PURBOWATI et al.(1996) mendapatkan konsumsi BK pakan  domba adalah 4,50% dari BB ternak,  sedangkan konsumsi BK pakan domba hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) dan UTOMO (2004) hanya 3,88 dan 3,67% dari BB ternak. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan BK pakan domba jantan yang digemukkan adalah 4,30-5,00% dari BB. Hal ini menunjukkan, bahwa pakan komplit berbentuk pelet yang digunakan dalam penelitian ini palatabel dan konsumsi BK pakan domba telah memenuhi kebutuhannya. Palatabilitas pakan bentuk pelet telah dibuktikan oleh S TANTON dan LEVALLEY (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet lebih tinggi (1.755 vs 1.485 g/ekor/hari) dari pada pakan tidak dibentuk pelet. Demikian juga dengan hasil penelitian UTOMO (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet (917 g/ekor/hari) lebih tinggi daripada tidak berbentuk pelet (817 g/ekor/hari). Dengan demikian pemberian pakan bentuk pelet, selain dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi pakan konsentrat dan pakan kasar sesuai dengan proporsi yang diberikan, juga untuk memperbaiki palatabilitas pakan.
            Konsumsi PK hasil penelitian ini sejalan dengan kandungan PK pakan dan konsumsi BKnya, karena faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK pakan. Pada R3 konsumsi PK terendah, karena pakan dengan kadar PK yang rendah (15,09%), konsumsi BKnya juga rendah. Kemudian diikuti R1, meskipun kadar PK pakan rendah (14,48%), tetapi dikonsumsi lebih tinggi, selanjutnya R4 dengan PK 17,42% yang konsumsi BKnya rendah dan R2 dengan PK 17,35% yang konsumsi BKnya lebih tinggi. Konsumsi TDN hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara perlakuan pakan,karena  pakan dengan TDN rendah (R1 dan R2) dikonsumsi lebih tinggi, sedangkan pakan dengan TDN tinggi (R3 dan R4) dikonsumsi lebih rendah sehingga hasil konsumsi TDN tidak berbeda nyata. Konsumsi PK hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) yang mendapatkan 98,44 – 123,51 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi TDNnya hampir sama yaitu 457,38 – 501,09 g/ekor/hari. Dibandingkan dengan kebutuhan PK dan TDN pada domba yang digemukkan menurutRanjhan (1981) sebesar 93,80 – 142,9 g dan410 – 680 g, maka konsumsi PK dan TDN domba hasil penelitian ini telah memenuhi kebutuhan.
            Ada hubungan negatif antara kecernaan BK dan BO dengan konsumsi BK dan BO. Kecernaan BK dan BO pada R3 dan R4 lebih tinggi daripada R1 dan R2, sedangkan konsumsi BK dan BO terjadi sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena laju pakan R1 dan R2 di dalam saluran pencernaan mungkin lebih cepat dari pada R3 dan R4, sehingga saluran pencernaan lebih cepat kosong dan ternak mengambil pakan lagi, sehingga konsumsi pakan yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi pakan tersebut tidak sempat dicerna sehingga kecernaan pakan menjadi lebih rendah. Menurut PARAKKASI (1999), pada kecernaan yang lebih tinggi, konsumsi BK akan menurun, sedangkan konsumsi energi relatif konstan.
            Pertambahan bobot badan harian hasil penelitian ini tidak berbeda nyata, kemungkinan karena konsumsi TDNnya yang tidak berbeda nyata pula. Menurut BLAKELY dan BADE (1991), nutrien utama yang dibutuhkan oleh ternak untuk tujuan penggemukan adalah energi, oleh karena  konsumsi TDN antar perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, maka PBHH yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Penelitian ini menghasilkan rerata PBHH domba sebesar 154,29 g, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Purbowati et al.(2004) yang menggemukkan domba secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan konsentrat 60 – 80% menghasilkan rerata PBHH 90,97 g. Lebih tingginya PBHH yang dihasilkan pada penelitian ini, karena pakan penelitian berupa pakan komplit berbentuk pelet. Sesuai dengan hasil penelitian STANTON. dan LEVALLEY (2004) yang melaporkan, bahwa PBHH domba dengan pakan bentuk pelet nyata lebih tinggi (234 g) dari pada tidak dibentuk pelet (198 g).
            Konversi pakan pada R1 tertinggi (tidak efisien) yakni 6,51, sedangkan konversi pakan pada R2, R3 dan R4 relatif sama yaitu 5,47. Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Konversi pakan hasil penelitian ini lebih baik apabila dibandingkan dengan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2004) dan UTOMO (2004) yang mendapatkan rerata konversi pakan sebesar 11,54 dan 10,16.
            Feed cost ratio (FCR) pada R3 terendah yaitu Rp. 8.047,17/kg, kemudian R2 (Rp.  8.308,88/kg), R1 (Rp. 8.751,03/kg), dan R4 yaitu Rp. 9.282,84/kg. Feed cost ratio adalah biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Apabila biaya pakan diasumsikan sebesar 70% dari biaya total, maka biaya total terendah pada R3 yaitu Rp. 11.495,96/kg, sedangkan biaya total tertinggi pada R4 yaitu Rp. 13.261,20/kg. Harga domba pada saat penelitian adalah Rp. 15.000 – 20.000 per kg BB, sehingga hasil penggemukan domba. secara feedlot dengan pakan komplit masih menguntungkan dan dapat diaplikasikan.

Konversi pakan domba pada kelompok bobot badan yang berbeda
            Semua parameter penampilan produksi domba pada kelompok bobot badan yang berbeda (Tabel 3) menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05), kecuali persentase konsumsi BK terhadap BB dan kecernaan BK serta BO. Konsumsi BK, PK dan TDN pada B1 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan B2 dan B3. Demikian pula dengan PBBH pada B1 terendah (P < 0,05) dibandingkan kelompok  yang lain, dan konversi pakan pada B3 tertinggi (P < 0,05) atau kurang efisien dibandingkan kelompok yang lain.
            Konsumsi BK, BO, PK dan TDN semakin tinggi dengan semakin tingginya BB ternak sampai BB 20 kg (B2), karena bobot badan ternak mempengaruhi kemampuan ternak mengkonsumsi pakan (MATHERS dalam SIREGAR, 1994). Hal ini diperkuat dengan persentase konsumsi BK terhadap BB ternak yang relatif sama. Konsumsi BO, PK dan TDN sejalan dengan konsumsi BKnya, karena konsumsi nutrien tersebut dipengaruhi olehkonsumsi BK dan kandungan nutrien pakan tersebut.

           


            Pertambahan bobot badan harian hingga BB 15 kg (B1) terendah, yaitu 136,76 g, sedangkan PBHH hingga BB 20 dan 25 kg (B2 dan B3) relatif sama dengan rata-rata 163,05 g. Pertambahan bobot badan harian yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan konsumsi BK, BO, PK dan TDNnya. Dari Tabel 3 dapat dilihat, bahwa penggemukan domba setelah BB 20 kg (B2) tidak efektif lagi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan yang ditunjukkan dengan nilai konversi pakan yang paling tinggi pada B3 yaitu 6,63. Fenomena ini dapat terjadi, karena menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993), kebutuhan pakan untuk hidup pokok, semakin besar pada ternak yang bobot badannya semakin berat, sehingga kelebihan pakan yang dapat digunakan untuk produksi (meningkatkan pertambahan bobot badan) menjadi lebih sedikit.
            Kecernaan BK dan BO pada B1, B2 dan B3 tidak berbeda nyata, artinya bobot badan ternak tidak mempengaruhi kecernaan BK. Feed cost ratio paling rendah pada B1, kemudian B2 dan B3. Biaya total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan, yakni antara Rp. 11.010,70/kg sampai Rp. 14.159,21/kg.


KESIMPULAN
            Dari jurnal tersebut menyimpulkan, bahwa konversi pakan domba menggunakan pakan komplit dengan kadar protein kasar 15,09% dan total digestible nutrients 58,60% untuk penggemukan secara feedlot dari bobot  badan 12,76 sampai 20 kg memperlihatkan hasil yang relatif efisien.


DAFTAR PUSTAKA
BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh: BAMBANG SRIGANDONO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. FORBES, J.M. 1986. The Voluntary Food Intake of  Farm Animals. Butterworths & Co. (Publishers) Ltd, London.

HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

HARYANTO, B. dan A. DJAJANEGARA. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia.

WODZICKA-TOMASZEWSKA, M., I.M. MASTIKA, A. DJAJANEGARA, S. GRADIER dan
                          T.R.WIRADAYA (Eds.). Sebelas Maret University Press, Surakarta. hlm. 159 – 208.

PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

PURBOWATI, E., C.M.S. LESTARI dan H. CAHYANTO. 1999. Penampilan produksi domba lokal pada sistem feedlot dengan berbagai aras ampas kecap dalam konsentrat. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 24(4): 154 – 161.

PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI.  2004. Feed cost per gain domba yang Digemukkan secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan level konsentrat berbeda. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi TanamanTernak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm. 169 – 174.


PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI. 1996. Kinerja domba yang digemukkan secara feedlot dengan aras konsentrat dan pakan dasar berbeda. BPPS-UGM. 9(3B). hlm. 359 – 371. RANJHAN, S.K. 1981. Animal Nutrition in Tropics.  Second Revised Edition. Vikas Publishing House PVT LTD, New Delhi.

SARAGIH, B. 2000. Kebijakan pengembangan agribisnis di Indonesia berbasiskan bahan baku lokal. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 6 – 11.

SIREGAR, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

STANTON, T.L. and .B. LEVALLEY. 2004. Lamb feedlot nutrition. CSU Cooperative ExtensionAgriculture. Colorado State University Cooperative Extension, Colorado. pp.1 – 8.

STEEL, R.G.D. dan H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: B.SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

SUDARDJAT, D.S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industry peternakan di Indonesia. Bull. Peternakan.Edisi Tambahan. hlm. 12 – 15.

UMBERGER, S.H. 1997. Whole-grain diet forfinishing lamb. Knowledge for the Common
                          Wealth. Virginia Cooperative Extension,Virginia. hlm. 1 – 6.

UTOMO, R. 2004. Pengaruh penggunaan jerami padi terfermentasi sebagai bahan dasar pembuatan pakan komplit pada kinerja domba. Bull.Peternakan. 28(4): 162 – 170.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMANFAATAN TANAMAN DAUN MURBEI SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Kambing Yang Mendapat Pelet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Level Tepung Rese Berbeda

Manfaat perjalanan adventure