Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Kambing Yang Mendapat Pelet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Level Tepung Rese Berbeda

Makalah Usulan penelitian


KONSUMSI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR  KAMBING YANG MENDAPAT PELET PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL JAGUNG DENGAN  LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA

OLEH :


FADLY HIDAYAT ILYAS
I 111 11 004





FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing murupakan hewan yang banyak diternakan oleh masyarakat, kambing dikenal hidup di daerah tropis dan mempunyai kelebihan penghasil daging dan susu, dan kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan kulitnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Satu faktor penting yang menentukan keberlanjutan peternakan ternak ruminansia adalah suplai secara konsisten sumber pakan yang murah tetapi mempunyai nilai nutrisi tinggi. Namun demikian, di negara tropis seperti Indonesia ketersediaan pakan secara kontinyu baik kualitas dan kuantitas masih terkendala terutama pada saat musim kemarau.  Hal ini diperoleh dengan semakin terbatasnya lahan khusus untuk penggembalaan ternak. Ternak ruminansia umumnya diusahakan secara terintegrasi dengan lahan tanaman pangan ataupun tanaman tahunan. Untuk ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba peternak masih memberikan pakan segar dimana untuk sumber rumput diperoleh dari pinggir jalan, pinggir sungai, pinggir waduk, tegalan, galengan sawah, ataupun di hutan.   
Salah satu alternatif untuk kebutuhan pakan ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan limbah pertanian.  Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih jarang  digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung (Yulistiani, 2010).  Tongkol jagung mengandung lignoselulosa yang terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Aylianawaty dan Susiani, 1985) sehingga sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber serat/energi bagi ruminansia dan tetapi, ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan tongkol jagung sebagai pakan ternak yaitu palatabilitas yang rendah dan kandungan protein yang rendah. Tongkol jagung berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih dahulu untuk selanjutnya dijadikan pakan komplit misalnya pelet.  Pengurangan ukuran partikel pakan dengan penggilingan kemudian dibuat pelet merupakan salah satu perlakuan pradigesti pada pakan berserat secara fisik yang mampu meningkatkan konsumsi bahan kering, dan protein kasar pada ransum kambing untuk mengatasi masalah rendahnya kandungan protein, maka dapat digunakan pakan tambahan sumber protein dalam pembuatan pelet.
Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada beberapa tahun terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang. Indonesia termasuk negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data DJPB tahun 2010 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 380.972 ton dan produksi ini meningkat sebesar 13,85 % per tahun. Tahun 2014 produksi udang mencapai angka 592.219 ton (DJPB 2014).  Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka sebesar 35 % – 70 % dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya.
Menurut Murdinah (1989),  tepung kepala udang dibuat dari limbah udang yang masih mempunyai kandungan protein yang tinggi.  Tepung kepala udang mempunyai kandungan protein 15 sampai 20 %. Selain itu penggunaan bahan pakan sumber protein, tepung rese dalam pembuatan pelet pakan komplit berbasis tongkol jagung paling baik terhadap konsumsi NDF dan ADF dibandingkan bahan pakan sumber protein tepung ikan,urea dan bungkil kedelai terhadap kambing (Nurfaini, 2015).  
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi protein kasar dan serat kasar pelet pakan komplit dengan  level tepung rese yang berbeda.
Rumusan Masalah        
Limbah pertanian berupa tongkol jagung banyak tersedia pada musim panen, limbah ini belum dimanfaatkan pada ternak dan terkadang dibakar, akan tetapi kendala utama dari pemanfaatan tongkol jagung adalah rendahnya palatabilitas. Selain palatabilitas yang rendah tongkol jagung juga memiliki kandungan protein yang rendah sehingga diperlukan pengolahan menjadi pelet tongkol jagung dengan penambahan tepung rese sebagai sumber protein. Akan tetapi belum ada informasi level optimal tepung rese sebagai sumber protein pada pelet berbahan baku tongkol jagung.
Hipotesis
Peningkatan level tepung rese dalam pembuatan pelet tongkol jagung akan berpengaruh dengan tingkat konsumsi protein dan serat kasar.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk  mengetahui pengaruh penggunaan tepung rese yang berbeda dalam pembuatan pelet berbahan baku utama tongkol jagung terhadap konsumsi protein dan serat kasar pada ternak kambing.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi para peternak tentang penggunaan tongkol jagung sebagai sumber serat dalam pakan komplit yang dijadikan pelet dengan penambahan tepung rese sebagai sumber protein untuk pakan ternak Kambing.


TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kambing
Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang sudah sejak lama dibudidayakan. Memelihara ternak ini relatif tidak sulit, karena selain jinak makanannya juga cukup beragam (Wijoseno, 2009). Kambing bisa hidup dan berkembang walau tanpa dikandangkan karena mereka akan memakan apa saja yang ditemui sepanjang wilayahnya.  Namun, pola hidup seperti ini tidak baik dan tidak sehat karena penuh resiko. Oleh karena itu dalam usaha peternakan membutuhkan kandang untuk melindungi kambing dari terik matahari, hujan, hewan pemangsa dan mencegah kambing merusak tanaman serta mengkonsumsi pakan dan air yang berbahaya (Andoko,2013).
Kambing umumnya menolak pakan yang telah disentuh oleh ternak lain dan tidak dapat mengkonsumsi satu jenis pakan saja dalam waktu yang lama. Kambing dapat membedakan rasa pahit, manis, asin dan masam dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit.  Pada ruminansia rangsangan penciuman (bau/aroma) sangat penting bagi ternak untuk mencari dan memilih makanan. Demikian pula rangsangan selera (rasa) akan menetukan apakah pakan tersebut akan dikonsumsi oleh ternak atau tidak (Asminaya, 2007).
Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya, kambing lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan domba. Kambing mampu mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan efisien sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan
(Tarigan, 2009).
Pakan Komplit
Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Complete feed dibuat dari hasil samping pertanian seperti jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi. Wahjuni dan Bijanti (2006) menjelaskan, complete feed disusun untuk menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain :
1). Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu), 2). Sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3). Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok) dan 4). Sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).
Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong meningkatnya konsumsi. Selain itu, pakan komplit juga lebih menjamin meratanya distribusi asupan harian ransum, agar fluktuasi kondisi ekosistem di dalam rumen diminimalisir (Tafaj et al., 2007).
Pelet
Bentuk butiran atau pelet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk pelet ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran (pelet). Penyajian dalam bentuk pelet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pelet yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pelet akan menghemat waktu yang diperlukan ternak kambing untuk makan. Kendatipun banyak bergantung pada kepadatan ransum, kalau diperlukan 1 jam untuk menghabiskan sejumlah ransum pelet, maka untuk bobot yang sama ransum
bentuk butiran akan memerlukan waktu selama 1,8 jam; 2,1 jam untuk ransum pelet yang dihancurkan ulang; dan 2,4 jam untuk ransum berbentuk tepung. (Amrumlah, 2004).
Tongkol Jagung
Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006).

Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk segar adalah yang termudah dan termurah tetapi pada saat panen hasil limbah tanaman jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Di Indonesia, kebanyakan petani akan memberikan tanaman jagung secara langsung kepada ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang dilakukan oleh peternak komersial sapi perah yang ada di Sumatera Utara
            Di daerah Indonesia bagian Timur, jerami jagung selain diberikan dalam bentuk segar, dapat dikeringkan atau diolah menjadi pakan awet seperti pelet, cubes dan disimpan untuk cadangan pakan ternak (Nulik dkk., 2006). Sedangkan di Amerika dan negara lain seperti Argentina dan Brazil yang merupakan negara produsen jagung, limbah jagung sangat berlimpah (Mccutcheon dan Samples, 2002) Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin. Walaupun sebagian besar limbah tersebut diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal penanaman setelah
jagung dipanen, namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering) atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002).
Tongkol jagung merupakan limbah hasil pertanian yang termasuk dalam pakan kasar. Tongkol jagung dapat diberikan pada ternak ruminansia dan merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Komposisi nutrisi tongkol jagung terdiri dari BK 90 %, PK 2,8 %, LK 0,7 %, abu 1,5 %, SK 32,7 %, dinding sel
80 % selulosa 25 %, lignin 6 % dan ADF 32 % (Forsum, 2012).
Bahan Pakan Sumber Protein                   
1 . Tepung Kepala Udang / Tepung rese
Kebutuhan ternak akan protein menjadi salah satu hal yang krusial bagi peternak dewasa ini. Penggunaan sumber protein yang mahal menjadi salah satu kendala yang berdampak pada tingginya biaya produksi.Limbah udang mengandung protein kasar sekitar 25-40 persen, kalsium karbonat 45-50 persen dan kitin 15-20 persen. Selain sebagai sumber yang telah disebutkan, limbah udang sendiri mengandung karotinoid berupa astaxantin yang merupakan pro vitamin A untuk pembentukan warna kulit.  Gambaran kandungan protein dan mineral yang cukup tinggi dari limbah udang, dapat dijadikan sebagai pakan alternatif untuk ternak (Muzzarelli dan Joles, 2000).
Menurut Murdinah (1989),  tepung kepala udang dibuat dari limbah udang yang masih mempunyai kandungan protein yang tinggi.  Tepung kepala udang mempunyai kandungan protein 15 sampai 20 %.  Daging udang mengandung asam amino essensial, seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistin.
2.      Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah: sisa-sisa ampas kelapa parut dan telah dihilangkan kadar airnya melalui proses pemanasan (digongseng), begitu juga dengan jagung dan kedelai. Bungkil jagung bearti sisa-sisa ampas jagung setelah diperas, lalu dikeringkan. Tujuan menghilangkan kadar air ini adalah agar bisa bertahan lama saat disimpan (Anonim 2013 ).
Bahan Pakan Sumber Energi
1.      Dedak Padi
            Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi adalah hasil samping pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak padi merupakan bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan beras. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Menurut (Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kuwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak, sedangkan menurut Yudono et al. (1996) proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling sebanyak 65 % dan limbah hasil gilingan sebanyak 35 %, yang terdiri dari sekam 23 %, dedak dan bekatul sebanyak 10 %. Protein dedak berkisar antara 12-14 %, lemak sekitar 7-9 %, serat kasar sekitar 8-13 % dan abu sekitar9-12 % (Murni et al.,2008).
            Dedak padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh sebagian peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri. Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak (Scott et al.,1982). Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0 % dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun, dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral (Rasyaf, 2004).



2. Molasses
Molasses atau tetes tebu adalah cairan dari hasil sampingan yang didapatkan dari pengolahan gula melalui proses kristalisasi berulang. Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak secara langsung dicampurkan pada pakan konsentrat ataupun melalui proses pengolahan fermentasi pada pembuatan konsentrat sebagai bahan campuran, activator dalam pembuatan sillase.
Molasses merupakan bahan pakan yang mengandung karbohidrat tinggi. Selain itu, terkandung vitamin B kompleks dan vitamin – vitamin yang larut dalam air (Yusran,2015).
Hewan ruminansia seperti kambing,domba, sapi, kerbau suka dan bagus untuk perkembangan pertambahan berat badannya, karena molasses ini berfungsi sebagai perangsang Molasses atau tetes tebu adalah limbah utama industri pemurnian gula yang berasal dari tanaman tebu.  Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik.  Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 % makanab, karena rasanya manis, juga bisa sebagai media aktifator dalam proses fermentsi dalam rumenpencernannya (Yusran,2015) .
3.      Dedak Jagung/Tepung Jagung
Dedak jagung adalah limbah dari hasil olahan tanaman jagung, dedak jagung biasa disebut tepung jagung atau empok jagung.  Dedak jagung berbentuk mesh atau tepung dan berwarna kuning. Dedak jagung mengandung BK 84,980 %, PK 9,379 %, LK 5,591 %, SK 0,577 % dan 81,835 % TDN (Wahyono dan Hardiyanto, 2004).
4.       Tapioka
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin (Winarno, 2004).
5.      Mineral
Sumber mineral adalah segala bahan yang mengandung cukup banyak mineral dan fosfor. Mineral merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam tanah, bebatuan, air dan udara. Sekitar 50 % mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25 % fosfor, dan 25 % lainnya terdiri atas mineral lain. Mineral merupakan unsur nutrisi yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis ternak sehingga hewan dalam kelompok ini merupakan unsur nutrisi yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis yang disebut defisiensi mineral. Defisiensi mineral yang terjadi pada ternak antara lain: pertumbuhan menjadi terhambat, konsumsi ransum menjadi menurun, laju metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktivitas menjadi menurun, osteoporosis, sikap dan cara berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di dalam, suatu kenaikan dalam jumlah urine, daya hidup berkurang, kulit telur menipis dan produksi telur menurun, tetanus, pika yaitu nafsu makan menurun, hewan mengunyah kayu, tulang, dan batu dan pertumbuhan bulu kasar (Anonim, 2014).
Konsumsi Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk protein kasar (PK).  Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein.
Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti, 2011).
Semakin cepat makanan diberikan maka semakin tinggi pula konsumsi protein.  Umumnya pada ternak ruminansia jika konsumsi energi termanfaatkan dengan baik maka akan berpengaruh pada konsumsi zat makanan lainnya seperti protein, mineral dan vitamin (Rudiah, 2011).
Konsumsi protein kasar yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis bahan pakan khususnya bahan penyusun konsentrat. Konsentrat merupakan pangan penguat dengan kadar serat kasar rendah dan banyak mengandung protein dan energi.  Palatabilitas pakan dan jumlah pakan yang dimakan akan meningkatkan konsumsi protein yang lebih banyak dari kebutuhan minimalnya sehingga dapat berguna untuk meningkatkan bobot badan (Rangkuti, 2011).
Konsumsi serat kasar
            Pakan hijauan merupakan sumber serat kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh.  Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak terhadap kinerja dari mikroba rumen (Tillman et al., 1998)
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis. Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al, 1991). Serat tidak pernah digunakan secara keseluruhan oleh ruminansia, sekitar 20- 70 % dari serat yang dikonsumsi ditemukan dalam feses (Cuthbertson, 1969).  Ibrahim et al (1995) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah merupakan akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis dengan pemberian pakan hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2016. Penelitian dimulai dengan pembuatan pakan komplit yang akan dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Analisis kandungan  protein kasar dan serat kasar berdasarkan analisis proksimat  di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak kambing jantan umur 1,5 tahun, tongkol jagung, dedak padi, tepung jagung, tepung tapioka, bungkil kedelai, tepung rese, molasses, mineral sapi, dan garam dapur, serta bahan-bahan dalam analisa protein kasar dan serat kasar
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, mesin penggiling, mesin pelet, oven, tanur dan baskom.

Perlakuan dan rancangan percobaan
Penelitian ini di rancang dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4 4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Adapun keempat perlakuan tersebut sebagai berikut:
P1 : Ransum komplit mengandung tepung rese 0 %
P2 : Ransum komplit mengandung tepung rese 5 %
P3 : Ransum komplit mengandung tepung rese 7.5 %
P4 : Ransum komplit mengandung tepung rese 10 %
Adapun denah perlakuan pelet tongkol jagung pada kambing jantan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Denah Perlakuan Pelet Tongkol Jagung pada Kambing jantan berdasarkan rancangan percobaan.
Periode
Kambing
A
B
C
D
I
P1
P2
P4
P3
II
P2
P1
P3
P4
III
P4
P3
P1
P2
IV
P3
P4
P2
P1

            Komposisi bahan pakan penyusun perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.  Sementara kandungan nutrisi setiap jenis bahan baku yang dugunakan dilihat pada Table 3.  Tabel 4 memperlihatkan komposisi kimia proksimat dari masing-masing perlakuan.  





            Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan
Bahan (%)
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
Tongkol Jagung
50
50
50
50
Dedak padi
10
10
10
10
Tepung Jagung
10
10
10
10
Bungkil Kelapa
14.5
10
7.7
5.5
Tapioka
2
2
2
2
Tepung rese
0
5
7.5
10
Urea
1.5
       1
0.8
0.5
Molases
10
10
10
10
Garam
1
1
1
1
Mineral Sapi
1
1
1
1
Total
100
100
100
100

Tabel 3. Kandungan nutrisi bahan pakan pelet pakan komplit
Bahan Pakan
BK (%)
PK
(%)
SK
(%)
LK
(%)
Ca
P
Tongkol jagunga
90,62
2.8
25,38
1,8
-
-
TepungIkanc
89,7
59,0
5,7
9,0
5,5
2,6
Tepung Reseb
91,4
45
17,59
6,62
7,76
1,31
Urea
-
287
3
14,8
12
5
Bungkil kedelaic
88,6
49,0
3,5
1,5
0,32
0,24
Bungkil Kelapa
87,9
21,5
15
2
0,2
0,2
Dedak padic
89,6
12,9
11,4
13,0
0,04
0,21
Tepung Tapiokac
89,7
2,5
4,0
0,5
0,3
0,12
Tepung jagungc
89,1
9,0
2,0
4,0
0,02
0,1
Molasesc
87,5
4,0
0,38
0,08
1,5
0,1
Mineral sapi
-
-
-
-
16,2
5,2
Garam
-
-
-
-
0,1
-
Sumber: a=Wahyono (2004).  b= Suryaningrum (2011).c= Anggorodi (1995).

            Tabel 4. Kandungan nutrisi setiap perlakuan
Jumlah
Perlakuan
P1 (%)
P2 (%)
P3 (%)
P4 (%)
Bahan Kering
86,8181
86,9326
86,9959
87,0471
Protein Kasar
11,363
11,335
11,454
11,307
Serat Kasar
16,33
16,68
16,61
16,71
Lemak Kasar
3,122
3,289
3,379
3,456
Ca
0,371
0,853
1,018
1,172
P
0,1474
0,8204
1,1333
1,441

Prosedur Pembuatan Pelet Tongkol Jagung
            Tongkol jagung dan bahan pakan lainnya yang masih kasar di giling halus terlebih dahulu dengan menggunakan grinder.  Kemudian setiap bahan pakan ditimbang berdasarkan formulasi tiap perlakuan dan dicampur secara merata.  Dilakukan pencetakan dengan menggunakan cetakan pelet.

Prosedur penelitian
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing jantan dengan umur 1,5–2,0 tahun. Kambing di tempatkan dalam kandang metabolisme yang berukuran ± 1 x 1 m yang dilengkapi tempat pakan dan minum.  Kandang ini dipasangi ram plastik di bawah lantai kandang yang berfungsi untuk memisahkan feses dan urin, corong plastik dan toples dipasang di bawah ram plastik untuk menadah urine, sehingga feses dan urine tertampung dalam penampungan masing-masing.
Penelitian ini berlangsung 4 periode penelitian, tiap periode dibagi 2 tahap yaitu tahap pertama pembiasaan selama 10 hari dan tahap kedua yaitu periode koleksi data selama 5 hari.  Pembiasaan pakan dimasudkan agar ternak terbiasa dengan pakan yang ditawarkan, dan semua pakan yang dimakan sebelumnya sudah keluar semua selama 10 hari.  Sedangkan periode koleksi data adalah data yang diambil merupakan pengaruh pakan perlakuan.  Sedangkan pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad-libitum.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel pakan pelet dan sisa dilakukan setiap hari selama koleksi disetiap periode.  Sampel yang terkumpul dicampur secara homogen kemudian diambil 10 % untuk kebutuhan analisis di laboratorium. 
Peubah yang diukur
            Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah konsumsi protein kasar dan serat kasar dari pelet tongkol jagung. Dimana konsumsi ransum diukur berdasarkan jumlah ransum yang diberikan pada hari itu dikurangi dengan sisa ransum keesokan paginya. Adapun rumus dari Konsumsi Protein Kasar (KPK) dan Konsumsi Serat Kasar menurut Haris (1970) adalah:
KPK(g/ekor/hari) = PK Pakan yang diberi – PK sisa pakan
KSK(g/eko/hari) = SK Pakan yang diberikan – SK sisa pakan
Analisis sampel
            Analisa protein kasar dan serat kesar dilakukan dengan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan protein kasar dan serat kasar dilakukan menurut prosedur sebagai berikut (AOAC, 1990):
Protein kasar
Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl. Metode ini terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, distilasi dan titrasi. Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl (dapat juga menggunakan tabung reaksi). Kemudian ditambahkan dengan 1 gram CuSO4 dan ditambah dengan 2,5 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya cuplikan didestruksi selama 2 jam pada suhu 100 ºC. Setelah hasil destruksi didinginkan, kemudian dimasukkan kedalam labu bulat yang telah diberi batu didih dan ditambah dengan 50 mL aqua DM serta 15 mL NaOH 50 % w/v dan dilakukan distilasi. Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl 0,02 N; 4 tetes metil merah dan 4 tetes metilen biru hingga volume total mencapai 40 mL. Kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan larutan H2C2O4 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi dicatat. Replikasi untuk masing-masing cuplikan sebanyak lima kali.
Penentuan kadar protein kasar dihitung menggunakan rumus :
Kadar protein kasar =  x 100 %
Keterangan :
V= volume titrasi contoh
N= normalitas larutan HCl atau H2SO4 sebagai penitar
P= faktor pengencer 100/5
Serat kasar
Sampel sebanyak 5 g dimasukan kedalam Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring kertas Whatman No. 40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang di gunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95 %.  Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-110oC sampai bobotnya konstan.  Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Penentuan kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus :
Serat Kasar= Berat setelah oven – berat setelah tanur – berat kertas saring x 100%
Berat sampel sesungguhnya





Pengolahan data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisi ragam berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar Latin 4 4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap parameter yang diukur akan diuji dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Sudjana. 1991). Model matematika sebagai berikut.
Yijk = µ + ßi + Κj + Ƭk + Ɛ ijk
Ket     µ      = rataan umum
     ßi       = pengaruh periode ke- i ( i =1,2,3,4 )
     Κj      = pengaruh ternak ke -j (j= 1,2,3,4)
     Ƭk      = pengaruh perlakuan ke- k (k =1,2,3,4)
 Ɛ ijk    = galat percobaan

DAFTAR PUSTAKA



Anonim.2013. Bungkil Kelapa dan Kedelai.http://kesehatan-ternak.blogspot.co.id. Diakses Pada                      Tanggal 11 Desember 2015

Anonim. 2014. Sumber Mineral untuk Ternak. http://www.ilmuternak.com. Di Akses Pada Tanggal                  11 Desember 2015

Andoko, A. 2013. Beternak Kambing Unggul.Agromedia Pustaka, 2013. Jakarta.Wijosenodkk,.Beternak Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id /ind/infotek/it-3.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit : PT. Gramedia Putaka Utama. Jakarta.
Amrullah, I.K. (2004). Nutrisi Ayam Broiler. Hal. 25. Cet III. Bogor: Lembaga Satu Gunungbudi
AOAC. 1970. Official Methods of Analysis. 14th ed. Association of Offici Analytical Chemists, Washington.
Asminaya, N. A. 2007. Penggunaan Ransum Komplit Berbasis Sampah Sayuran Pasar untuk Produksi dan Komposisi Susu Kambing Perah. IPB, Bogor.
Aylianawaty dan E. Susiani. 1985. Pengaruh Berbagai Pre-Treatment Pada Limbah Tongkol Jagung Terhadap Aktivitas Enzim Selulase Hasil Fermentasi Substrat Padat Dengan Bantuan Aspergillus Niger. http://www. lppm.wima.ac.id/ailin.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
Cuthbertson, D. 1969. The Science of Nutrition of Farm Livestock. Part 1. Pegamon Press Ltd, Oxford, London.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Forsum, 2012.Tongkol Jagung. Http://www.forsum.wordpress. com. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015. Makassar.
Mccutcheon, J. dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State University Extension. US. ANR10-02.

Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah                      Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.                       Jambi.

Murdinah. 1989. Studi Stabilitas Dalam Air dan Daya Pikat Pakan Undang Bentuk Pelet. Jurnal                      Penelitian Pasca Perikanan. 15 : 29-36

Muzzarelli, R.A.A and P.P. Joles. 2000. Chitin and Chitinases; Biochemistry of Chitinase. Switzerland, Bikhauser Verlag.

Nulik, J, D. Kanahau dan E.Y. Hosang. 2006. Peluang dan prospek integrasi jagung dan ternak di Nusa Tenggara Timur. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 253 – 260.
Nurfaini, A. 2015.  Konsumsi NDF  dan ADF  Pellet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Sumber Protein Berbeda Pada Kambing Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Rangkuti, J. H. 2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rohaeni, E.S., A. Subhan Dan A. Darmawan. 2006. Kajian Penggunaan Pakan Lengkap Dengan Memanfaatkan Janggel Jagung Terhadap Pertumbuhan Sapi. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 – 192.
Rudiah. 2011. Respon Kambing Kacang Jantan Terhadap Waktu Pemberian Pakan. Media Litbang Sulteng IV (1) : 67 – 74. Basya S. 1981. Penggunaan Dan Pemberian Urea Sebagai Bahan Makanan Ternak.

Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd Edition, Published M, L             Scott and Associates: Ithaca, New York.

Sarwono, 2012.Beternak Kambing Unggul.Jakarta : Penebar Swadaya.

Shcalbroeck. 2001. Toxicologikal Evalution Of Red Mold Rice. DFG- Senate Comision On Food                    Savety. Ternak Monogastrik. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudjana, M. A. 1985. Disain dan Analisis Eksperimen. Penerbit Tarsito, Bandung.

Suryaningrum, L.H. 2011. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Alternatif Bahan Baku Pakan Ikan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. No. 1033-1034. Hlm. 120.
Tafaj, M. Q. Zebeli, C.H. Baes, H. Steingass and W.D. Rochner. 2007. A meta-analysis examining effects of particle size of total mixed rations on intake, rumen digestion and milk production in high-yielding dairy cows at early lactation. Anim. Feed Sci. Technol. 138: 137 – 161.
Tarigan, A. 2009.Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp Sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda. IPB,Bogor.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyono, D. E. dan R. Hardiyanto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. Hal 66-76.
Wahjuni, R.S., dan R. Bijanti. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Media Kedokteran Hewan. 22 (3): 174 – 178.
Wijoseno. 2009. Beternak Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/infotek/it-3.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015
Winarno, F.G.2004. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.

Yudono, B. F. Oesman, dan Hermansyah. 1996. Komposisi Asam Lemak Sekam dan Dedak Padi.                    Majalah Sriwijaya. Vol. 32. No. 2. 8-11.

Yulistiani, D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (Kecernaan>50%) dalam Ransum Komplit Domba                  Komposit Sumatera dengan Laju Pertumbuhan >125 gram/hari.Balai Penelitian Ternak,                      Bogor.
Yusran, Y. 2015.  Molases Pada Pakan Sapi. http://yusranyahya.blogspot.co.id. Di Akses Pada Tanggal 11 Desember 2015.











Komentar

  1. Ini adalah Bpk. Benjamin yang menghubungi rincian Email, lfdsloans@outlook.com. / lfdsloans@lemeridianfds.com Atau Whatsapp 1 989-394-3740 yang membantu saya dengan pinjaman 90.000,00 Euro untuk memulai bisnis saya dan saya sangat bersyukur, sangat sulit bagi saya di sini untuk mencoba membuat hal-hal sebagai ibu tunggal tidak mudah dengan saya tetapi dengan bantuan Le_Meridian memberikan senyum di wajah saya ketika saya melihat bisnis saya tumbuh lebih kuat dan berkembang juga. Saya tahu Anda mungkin terkejut mengapa saya meletakkan hal-hal seperti ini di sini tetapi saya benar-benar harus mengucapkan terima kasih jadi siapa pun yang mencari bantuan keuangan atau melalui kesulitan dengan bisnis yang ada atau ingin memulai proyek bisnis dapat melihat hal ini dan memiliki harapan untuk keluar dari kesulitan..Terima Kasih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMANFAATAN TANAMAN DAUN MURBEI SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Manfaat perjalanan adventure