FERMENTASI KULIT BUAH KOPI SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA


PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).
Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai industri yang bergerak di bidang pengolahan kopi dan menghasilkan limbah berupa kulit kopi yang terbuang begitu saja. Dimana kulit buah kopi tersebut banyak mengandung karbohidrat dan protein. Disisi lain, dunia peternakan utamanya untuk ternak ruminansia semakin kekurangan hijauan pakan yang disebabkan area merumput atau ketersediaan hijauan yang jumlahnya semakin sedikit karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi area pemukiman.
Untuk mengatasi permasalah diatas maka dilakukan upaya agar kulit buah kopi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif ternak ruminansia yang mudah diperoleh. Kulit buah kopi banyak mengandung karbohidrat dan protein, namun adanya senyawa kafein, tannin dan polifenol lainnya (asam kafeat dan klorogenat) memiliki efek gangguan bagi pertumbuhan hewan bila ditambahkan dalam ransum pakan begitu saja. Disamping itu menurut Zainuddin dan Murtisari (1995), menyatakan limbah kulit kopi merupakan salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat, karena kandungan seratnya tinggi yaitu sebesar 21 %.   Maka dari itu sebelum kulit kopi dijadikan sebagai ransum pakan sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini mencoba untuk membahas tentang Pemanfaatan Kulit Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak Ruminansia.
B.  Permasalahan
Kulit kopi salah satu limbah yang selama ini sering terbuang begitu saja, dimana kulit kopi dapat dimanfaatkan dan berpotensi sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Akan tetapi kulit buah kopi memiliki serat kasar yang tinggi sehingga memiliki tingkat kecernaan yg rendah, maka dari itu sebelum diberikan kepada ternak maka sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu.









PEMBAHASAN
A.  Gambaran Umum Kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta (Rahardjo, 2012).
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal pertama kali di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada mulanya tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk, melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 1997).
Kopi memiliki istilah yang berbeda-beda. Pada masyarakat Indonesia lebih akrab dengan sebutan kopi di Inggris dikenal coffee, Prancis menyebutnya cafe, Jerman menjulukinya kaffee, dalam bahasa Arab dinamakan quahwa. Sejarah kopi diawali dari cerita seorang penggembala kambing Abessynia yang menemukan tumbuhan kopi sewaktu ia menggembala, hingga menjadi minuman bergengsi para aristokrat di Eropa  (Rahardjo, 2012).
Kopi merupakan tanaman perkebunan / industri berupa semak yang asalnya tumbuh liar di hutan dataran tinggi Ethiopia, Afrika. Dari Ethiopia, tanaman kopi menyebar ke negara Arab, Persia hingga tanaman ini tumbuh subur di negara Yaman. Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada periode tahun 1696-1699 dan ditanam di sekitar Jakarta. Perkebunan kopi berskala besar menyebar ke daerah Lampung, Sumatra Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Warintek Progessio, 2006).
Menurut Najiyati dan Danarti (1997) di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi Arabika, Robusta, dan Liberika. Pengolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesies, kecuali kopi Robusta. Kopi robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora.
Buah kopi dibagi atas tiga bagian, yaitu :
1. lapisan kulit luar (excocarp)
2. lapisan daging (mesocarp)
3. lapisan kulit tanduk (endoscarp)
Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Sistematik tanaman kopi robusta menurut Clarke dan Macrae (1985) adalah sebagai berikut:
Kingdom                : Plantae
Subkingdom
          : Tracheobionta
Super Divisi
           : Spermatophyta
Divisi                     : Magnoliophyta
Kelas                      : Magnoliopsida
Sub Kelas               : Asteridae
Ordo
                      : Rubiales
Famili
                     : Rubiaceae
Genus                     : Coffea
Spesies
                   : Coffea robusta Lindl.
Produksi buah kopi di Indonesia menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah Kolumbia, Brazil dan Vietnam. Kulit luar kopi yang merupakan limbah hasil pengolahan buah kopi memiliki proporsi 40 – 45%, sehingga jumlah limbah tersebut adalah sebanyak 752,6 – 846,7 ton/hari. Kulit buah kopi cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing (Simanihuruk dan Sirait, 2010).
B.  Gambaran Umum Kulit Kopi
Kulit kopi terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : 1). Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut "Exocarp"; lapisan ini akan berwarna merah jika telah masak. 2). Lapisan Daging buah “Mesocarp”; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. 3). Lapisan Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut "Endocarp" (Abadi, 2009).
Pemanfaatan kulit kopi sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Kulit kopi mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Menurut data statistik (BPS Kapahiang, 2011), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius.
Kulit kopi yang biasanya dibuang sebagi pupuk maupun dibuang untuk bahan bakar bisa digunakan sebagai suplemen pakan. Dilihat dari kandungan nutrisi yang ada didalam nya, yaitu Bahan kering = 56,55%, Protein kasar = 10,4%, Serat kasar = 37,41% dan TDN= 50,27%, kulit kopi dapat digunakan sebagai alternatif pengganti untuk pakan (Abadi ,2009).
Kandungan protein kasar pada kulit kopi cukup tinggi, yaitu 10,4% hampir sama dengan kandungan protein kasar pada bekatul. Sedangkan kandungan energi metabolisnya cukup baik yaitu 3.356 kkal/kg. Akan tetapi, pemanfaatan kulit kopi bukan tanpa kendala. Kandungan serat kasarnya mencapai 37,41% sehingga tingkat kecernaannya sangat rendah. Oleh sebab itu, jika akan digunakan sebagai bahan pakan, kulit kopi harus diproses terlebih dahulu (Londra dan Andri, 2002).
C.  Pemanfaatan Kulit Kopi Sebagai Pakan Ternak Ruminansia
Penggunaan kulit buah kopi sebagai pakan ternak masih terbatas karena tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya nilai gizi yang dibutuhkan ternak. Maka dari itu agar dapat meningkatkan kualitas kulit kopi, kita bisa menggunakan teknik fermentasi dan amoniasi sebelum kulit kopi digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini dilakukan untuk memperbarui dan menambah asupan gizi yang ada pada kulit kopi. Disamping itu, daya cerna terhadap ternak bisa sempurna (Abadi, 2009).
Fermentasi pakan dengan Aspergillus niger bertujuan untuk meningkatkan protein terutama untuk bahan – bahan kering yang rendah proteinnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Muryanto (2011) yang menyatakan bahwa fermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan nilai gizi limbah kopi, yang ditunjukan dengan meningkatnya protein dan menurunkan kadar serat kasar.
Menurut Londra dan Andri (2002) mengatakan bahwa hasil analisis proksimat menunjukkan, kulit kopi mengandung 6,67% protein kasar, dengan serat kasar 21,40%. Kandungan gizi kulit kopi meningkat setelah dilakukan fermentasi selama 5 hari, terjadi peningkatan kadar protein (CP) menjadi 12,43 % meningkat sebanyak 5,76 % dibandingkan dengan limbah tanpa fermentasi. Sedangkan terjadi penurunan serat kasar (CF) sebanyak menjadi 11,05 %, sedangkan lemak, kalsium dan phospor hampir sama. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Kulit Buah Kopi
No
Perlakuan
Kompisisi %
Protein kasar
Serat kasar
Lemak
Kalsium
Phosfor
1
Tanpa Fermentasi
6,67
21,40
1,04
0,21
0,03
2
Fermentasi dengan Aspergillus niger
12,43
11,05
1,05
0,34
0,07
3
Dedak
10,06
14,68
10,45
0,01
1,16
Sumber: Londra dan Andri (2002) *Analisis dilakukan di Lab. Nutrisi dan Pakan Ternak Balai Penelitian Ternak – Ciawi, Bogor.

Penggunaan kulit buah kopi terfermentasi sebanyak 100 gram/ekor/hari dikombinasikan dengan pemberian enzim 2,5 gram/ekor/hari dapat meningkatkan produksi susu, memperpanjang lama laktasi serta memberikan tingkat pertumbuhan anak tertinggi dibandingkan dengan induk kambing yang hanya diberikan hijauan saja (Guntoro dkk., 2002).
Pemberian perlakuaan kepada limbah kulit sebelum diberikan kepada ternak akan mempengaruhi tingkat palatabilitasnya karena hal tersebut akan memberikan perbedaan dari pemberian limbah kopi secara langsung.  Hal ini juga sesuai yang dinyatakan (Simanihuruk dan Sirait, 2010), bahwa kulit kopi yang di beri perlakuan silase sebelum diberikan kepada ternak memiliki aroma harum sehingga disukai kambing dan cukup palatabilitas.
Pakan yang memiliki palatabilitas tinggi diharapkan akan memberi pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ternak, karena dengan tingginya konsumsi terhadap suatu pakan oleh ternak, diharapkan pula tingkat penyerapan kandungan nutrisi dalam pakan turut meningkat yang akan terlihat pada pertambahan bobot badan dan penampilan ternak.
Tabel. 2. Pengaruh Penggunaan Limbah Kopi Sebagai Penguat Terhadap Pertambahan Berat Badan Dan Mortalitas Kambing PE di Pucuk Sari.
No
Parameter
Perlakuan
P1
P2
P3
1
Berat Awal (Kg)
27,38a
27,25a
27,17a
2
Berat Akhir
37,64a
42,33b
42,61b
3
PBB (gram/ekor/hari)
68,41a
100,50b
102,92b
Sumber:  Londra dan Andri (2002), huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05).

Hasil penelitian dari Londra dan Andri (2002) tersebut menjelaskan bahwa penggunaan limbah kopi terfermentasi untuk pakan penguat mampu memberikan peningkatan berat badan (PBB) secara nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan P1 (Kontrol) pakan hijauan saja dari rata-rata 68.41 gram/ekor/hari (kontrol) menjadi 102.92 gram/ekor/hari (P3) limbah kopi.  Sedangkan dengan dedak (P2) memberikan PBB 100.50 gram/ekor/hari dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).  Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa tidak ada satupun ternak yang diteliti yang menunjukan gejala sakit ataupun mati, dengan demikian limbah kopi terfermentasi aman digunakan untuk pakan kambing.
Dari hasil penelitian Prawirodigdo dkk., (2007), juga dijelaskan bahwa rata-rata pertambahan bobot ternak domba yang diberi pakan Adekut-D1 (mengandung kulit kopi tanpa proses) adalah 62 g/hari.  Sementara, ternak domba yang diberi pakan Adekuat-D2 (mengandung tape kulit kopi) mampu mencapai rata-rata pertambahan bobot hidup 101 g/hari. 
Pengolahan kulit buah kopi yang dilakukan secara fermentasi dapat juga dilakukan dengan pengolahan cara kimia dengan amoniak (NH3) disebut sebagai amoniasi. Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan pelaksanaannya sangat mudah. Kelemahan pengolahan ini utamanya untuk pakan ruminansia. Amoniak dapat menyebabkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel sehingga membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dan memudahkan pencernaan oleh selulase mikroorganisme. Amoniak akan terserap dan berikatan dengan gugus asetil dari bahan pakan, kemudian membentuk garam amonium asetat yang pada akhirnya terhitung sebagai protein bahan. Struktur dinding sel kulit kopi menjadi lebih amorf dan tidak berdebu  sehingga menjadi lebih mudah ditangani, dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar) bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama (Christine, 2011).

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kopi
Zat Nutrisi
Kandungan(%)        Tanpa amoniasi
Kandungan(%)            Setelah amoniasi
Bahan Kering
Lemak Kasar
Serat Kasar
Protein Kasar
Abu
Kadar Air
90.52
1.31
34.11
6.27
7.54
9.48
94.85
1.93
27.52
8.67
8.47
5.15
Sumber: Christine (2011).
Pengolahan secara fisik dan biologis memerlukan tenaga dan investasi yang cukup tinggi dan harus dilakukan dalam skala besar. Hal ini tentu saja tidak mungkin dilakukan oleh peternak skala kecil atau peternak tradisional. Pilihan yang paling tepat adalah pengolahan secara kimia yaitu amoniasi. Cara ini relatif mudah dilakukan dengan biaya yang murah serta tidak mencemari lingkungan dan sangat evisien. Selain meningkatkan kecernaan amoniasi mengandung kadar protein serta menghilangkan zat racun yang ada di dalam kulit kopi (Hery, 2010).
Terkait dengan adanya zat antinutrisi yang terdapat didalam limbah kopi maka dalam pemberiannya kepada ternak terkadang harus dibatasi karena bukannya memberikan efek positif menaikkan tingkat kecernaan bisa-bisa justru menurunkan tingkat kecernaan. Menurut Usman dkk, (2013) dinyatakan bahwa, pemberian limbah kopi dapat diberikan tidak melebihi 20% dalam ransum sapi Aceh, karena akan menghambat kecernaan pakan oleh mikroba rumen.  Mikroba rumen akan bekerja lebih efektif bila kandungan nutrisi lebih baik.



KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kulit buah kopi dapat dijadikan sebagai pakan alternatif untuk ternak ruminansia karena memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 10,4% namun memiliki serat yang tinggi yaitu 37,14% sehingga tingkat kecernaan yang sangat rendah. Maka dari itu agar dapat meningkatkan kualitas kulit kopi, kita bisa menggunakan teknik fermentasi dan amoniasi sebelum kulit kopi digunakan untuk pakan ternak.











DAFTAR PUSTAKA
Abadi. 2009. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta.

BPS Kepahiang. 2011. Kepahiang dalam Angka. Badan Pusat Statistik  Kepahiang.

Christine, A.S. 2011.Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Diamoniasi Pada Pakan Domba Terhadap Populasi Mikroba, Konsentrasi Vfa Dan Nh3 Domba Lokal Jantan Lepas Sapih. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985. Deccaffeinatyion: a process to detoxity coffe pulp. J. Agric. Food Chem. 22:1055-1059.

Guntoro, S., M. R. Yasa., dan I. M. Londra. 2002. Hasil pengkajian pemanfaatan limbah perkebunan (Kakao dan kopi) untuk pakan ternak: Laporan Penelitian Kerjasama BPTP Bali dengan Bappeda Prop. Bali, Denpasar.

Hery, K.S. 2010. Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Diamoniasi Pada Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Londra Dan Kuntoro Boga Andri. 2002.  Potensi Pemanfaatan Limbah Kopi Untuk Pakan Penggemukan Kambing Peranakan Etawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Muryanto. 2011. Potensi Limbah Kulit Kopi sebagai Pakan Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Ungaran.  Dalam :  Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing.

Najiyati, S., dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahardjo. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya, Jakarta.

Simanihuruk, K., dan J.Sirait. 2010. Silase Kulit Buah Kopi Sebagai Pakan Dasar Pada Kambing Boerka Sedang Tumbuh. Sumatera Utara.


Prawirodigdo, S., N. Kustiani dan Haryanto. 2007. Introduksi tape kulit kopi dalam pakan ternak domba lokal periode pertumbuhan. Seminar Nasional: Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 21-22 Agustus 2007 (Inpress).

Progessio, Warintek, 2006. Tentang Tanaman Kopi. http://www.Plantations. Padma.Ws,

Usman, Y., M. N. Husin. dan R. Ratni. 2013. Pemberian kulit biji kopi dalam ransum sapi aceh terhadap kecernaan secara in vitro. 2013 Agripet: 13: 49-52.

Zainuddin, D. dan T. Murtisari,. 1995. Penggunaan limbah agro-industri buah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (broiler). Pros. Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Klepu, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 71 – 78.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMANFAATAN TANAMAN DAUN MURBEI SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Kambing Yang Mendapat Pelet Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Level Tepung Rese Berbeda

Manfaat perjalanan adventure