KONSUMSI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR KAMBING YANG MENDAPAT WAFER PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL JAGUNG DENGAN LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA
KONSUMSI PROTEIN
KASAR DAN SERAT KASAR KAMBING YANG
MENDAPAT WAFER PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL
JAGUNG
DENGAN LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA
OLEH
FADLY HIDAYAT
ILYAS
I 111 11 004
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KONSUMSI PROTEIN
KASAR DAN SERAT KASAR KAMBING YANG
MENDAPAT WAFER PAKAN KOMPLIT BERBASIS TONGKOL
JAGUNG
DENGAN LEVEL TEPUNG RESE BERBEDA
SKRIPSI
OLEH
FADLY HIDAYAT
ILYAS
I 111 11 004
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas
Hasanuddin
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
PERNYATAAN
KEASLIAN
1. Yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Fadly Hidayat Ilyas
NIM :
I111 11 004
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya
sekripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli alias plagiasi
maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian
pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, November
2016
Fadly Hidayat Ilyas
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Alhamdulillah segala
puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya, sahabat dan orang-orang yang
mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya,
sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Pada
kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis juga
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi
tingginya kepada :
1. Kedua
orang tuaku ayahanda A.Ilyas,SP dan ibunda Ariyanti Saleh, SP, dan Tante
Ariyanni Saleh, serta saudaraku yang selama ini banyak memberikan doa,
semangat, kasih sayang, saran, dorongan dan materi kepada penulis.
2. Prof.
Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir. Hj.
Rohmiyatul Islamiyati, M.P selaku pembimbing anggota yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta
motivasi sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan Skripsi ini.
3. Bapak
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
4. Ibu
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.
Sc selaku Wakil Dekan I, Ibu Ir. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II, Bapak
Prof. Dr. Ir. Jasmal A Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
5. Prof.
Dr. Ir. Djoni Prawira Raharjda, M.Sc selaku penasehat akademik yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan selama dalam bangku perkuliahan.
6. Bapak
Prof. Dr. H. Muh Rusdy, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Budiman Nohong, MP., Ibu Dr. Ir.
Syahriani Syahrir, M.Si., dan Ibu Dr. Sri Purwanti, S.Pt, M.Si selaku dosen pembahas yang telah banyak memberikan
saran-saran dan masukan untuk perbaikin skripsi ini
7. Bapak
Ir. H. Muhammad Zain Mide, MS. terima kasih atas bimbingannya selama penulis
melakukan penelitian.
8. Ibu
dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
9. Kepada
Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan yang telah memberikan sumbangsih
ilmu, didikan dan pelayanan akademik selama penulis berada di bangku kuliah.
10. Kepada
teman penelitian Sukri, Khaerunnisa, eka, dan haliq yang telah banyak membantu
selama berada dilapangan.
11. Kepada
teman-teman dikandang Muh.Yusuf, Muh. Sukri, Muh. Adnan, Muh. Fajrul, Muh, Chaidir , Darwis, Arditia, DLL yang mendukung dan memberikan
doa, saran dan dorongan kepada penulis.
12. Kawan
– kawan “SOLANDEVEN 11” yang telah menjadi keluarga kecil di Kampus Universitas
Hasanuddin terima kasih telah menemani penulis di saat suka maupun duka selama
menempuh pendidikan di bangku kuliah.
13. Teman-teman
KKN Reguler UNHAS GEL.87 Kab. BONE Kec. Ajangale terkhusus kepada posko Desa
Leppangeng: Appar, Fais, Suci, Nilda, May, dan Lilis semoga apa yang menjadi
kebersamaan kita akan selalu ada untuk tetap menjadikan kita sebagai saudara.
14. Sahabat-sahabat
kelas PROTEK 2011 terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, bantuan,
pengertian, candatawa, serta kebersamaannya selama ini.
15. Buat
Suci Ramadani, S.Pt yang selalu menemani dan memberi semangat dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
16. Buat
keluarga MATERPALA UNHAS, KPA PHINISI, KKMB UNHAS, HMI (komisariat peternakan),
SEMA FAPET-UH yang telah memberikan banyak ilmu, serta mendukung dan
penginspirasi penulis.
17.
Semua pihak yang tidak dapat penulis
ucapkan satu persatu yang selalu memberikan doa kepada penulis hingga selesai
penyusunan Skripsi ini.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu
diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca. Amiin
Makassar,
November 2016
Fadly
Hidayat Ilyas
Fadly
Hidayat Ilyas (I 111 11 004). Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar
Kambing Yang Mendapat Wafer Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Level
Tepung Rese Berbeda. (Dibawah bimbingan Asmuddin Natsir sebagai
Pembimbing Utama dan Rohmiyatul Islamiyati sebagai Pembimbing Anggota).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan tepung rese yang berbeda dalam pembuatan wafer
berbahan baku utama tongkol jagung terhadap konsumsi protein dan serat kasar
pada ternak kambing. Percobaan dilaksanakan berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (4 x 4). Perlakuan adalah P1 =
wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 0%, P2 = wafer tongkol jagung
mengandung tepung rese 5%, P3 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese
10%, P4 = wafer tongkol jagung mengandung tepung rese 15%. Sidik ragam
menunjukkan bahwa penggunaan level tepung rese berbeda dalam wafer tongkol
jagung tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar dan
serat kasar. Disimpulkan bahwa penggunaan tepung rese dengan level berbeda
dalam pembuatan wafer tongkol jagung tidak mempengaruhi tingkat konsumsi
protein kasar dan konsumsi serat kasar pada kambing.
Kata Kunci:
Tongkol jagung, wafer pakan komplit, konsumsi, protein kasar, serat kasar.
Fadly Hidayat
Ilyas (I 111 11 004). Consumption Of Crude Protein And Crude Fiber Goat Which
Got Corn Cobs Based Complete Feed Wafer With Different Levels Of Rese
Meal. (Under the supervision of Asmuddin
Natsir, as the main supervisor and Rohmiyatul Islamiyati, as the
Cosupervisor).
ABSTRACT
The purpose of this research was to
study the effect different levels of rese meal in corn cob-based wafer on crude
protein and crude fiber intake of goat. The experiment was carried out
according to 4x4 latin square design. The treatments were P1= corn cobs-based
wafer + 0% rese meal, P2= corn cobs-based wafer + 5% rese meal, P3= corn
cobs-based wafer + 10% rese meal, P4= corn cobs-based wafer + 15% rese meal.
Statistical analysis indicated that levels of rese meal ini the corn cobs-based
wafer did not significantly (P>0,05) effect crude protein and crude fiber
consumption. The concusion improving levels of rese meal in the corn cobs-based
wafer does not improve the consumption of crude protein and crude fiber in
goats.
Keyword: Corn
cobs, Complete feed wafer, crude protein intake, crude fiber intake.
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................. i
HALAMAN JUDUL..................................................................................... ii
PERNYATAAN
KEASLIAN...................................................................... iii
HALAMAN
PENGESAHAN...................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................... v
ABSTRAK..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR TABEL......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii
PENDAHULUAN........................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kambing ................................................................... 5
Pakan Komplit........................................................................................ 6
Wafer...................................................................................................... 7
Tongkol
Jagung....................................................................................... 8
Bahan Pakan Sumber Protein.................................................................. 9
Bahan Pakan Sumber Energi................................................................... 10
Konsumsi Protein Kasar ......................................................................... 13
Konsumsi Serat Kasar ............................................................................ 14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat.................................................................................. 16
Materi
Penelitian..................................................................................... 16
Perlakuan dan
Rancangan Percobaan..................................................... 17
Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung ......................................... 19
Prosedur
Penelitian................................................................................. 20
Pengambilan
Sampel............................................................................... 20
Peubah yang Diukur ............................................................................... 21
Analisis Sampel ...................................................................................... 21
Pengolahan Data .................................................................................... 23
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Protein Kasar......................................................................... 24
Konsumsi
Serat Kasar............................................................................ 25
KESIMPULAN
DAN SARAN.................................................................... 27
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................... 28
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1.
Denah perlakuan
wafer tongkol jagung ........................................................... 17
2.
Komposisi
bahan pakan tiap perlakuan ............................................................ 18
3.
Kandungan
nutrisi bahan pakan wafer pakan komplit ..................................... 18
4.
Kandungan
mineral sapi per kilogram ................................................. ............ 18
5.
Kandungan
nutrisi setiap perlakuan ................................................................. 19
6.
Rataan
konsumsi protein kasar dan serat kasar pada kambing ......................... 24
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1.
Prosedur pembuatan wafer tongkol jagung
untuk kambing ............................. 19
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kambing murupakan hewan
yang banyak diternakan oleh masyarakat. Kambing dikenal hidup di daerah tropis
dan mempunyai kelebihan sebagai penghasil daging dan susu, serta kotorannya
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organic, serta kulitnya memiliki nilai
ekonomis yang tinggi.
Salah satu faktor penting yang
menentukan keberlanjutan peternakan ternak ruminansia adalah suplai secara
konsisten sumber pakan yang murah tetapi mempunyai nilai nutrisi yang mencukupi.
Namun demikian, di negara tropis seperti Indonesia ketersediaan pakan secara
kontinyu baik kualitas dan kuantitas masih terkendala terutama pada saat musim
kemarau. Hal ini diperoleh dengan semakin
terbatasnya lahan khusus untuk penggembalaan ternak. Ternak ruminansia umumnya
diusahakan secara terintegrasi dengan lahan tanaman pangan ataupun tanaman
tahunan. Untuk ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba peternak masih
memberikan pakan segar dimana untuk sumber rumput diperoleh dari pinggir jalan,
pinggir sungai, pinggir waduk, tegalan, galengan sawah, ataupun di hutan.
Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan
ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan limbah pertanian.
Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih
jarang digunakan sebagai bahan pakan
ternak adalah tongkol jagung (Yulistiani, 2010). Tongkol jagung mengandung lignoselulosa yang
terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Aylianawaty dan Susiani, 1985) sehingga sangat potensial dimanfaatkan
sebagai sumber serat/energi bagi ruminansia dan tetapi, ada beberapa faktor yang
menjadi kendala dalam pemanfaatan tongkol jagung sebagai pakan ternak yaitu
palatabilitas yang rendah dan kandungan protein yang rendah. Tongkol jagung
berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan
langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu perlakuan pengolahan
terlebih dahulu misalnya pengolahan menjadi pakan komplit. Pengurangan ukuran partikel pakan dengan
penggilingan kemudian dibuat wafer merupakan salah satu perlakuan pradigesti
pada pakan berserat secara fisik yang mampu meningkatkan konsumsi bahan kering,
dan protein kasar pada ransum kambing untuk mengatasi masalah rendahnya
kandungan protein, maka dapat digunakan pakan tambahan sumber protein dalam
pembuatan wafer.
Industri
pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada beberapa tahun
terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang. Indonesia termasuk
negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data DJPB tahun 2010 menunjukkan
produksi udang Indonesia sebesar 380.972 ton dan produksi ini meningkat sebesar
13,85% per tahun. Tahun 2014 produksi udang mencapai angka 592.219 ton (DJPB 2014).
Apabila udang segar ini diolah menjadi
udang beku, maka sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang,
kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya.
Murdinah
(1989) menyatakan bahwa, tepung kepala udang dibuat dari limbah udang yang
masih mempunyai kandungan protein yang tinggi. Tepung kepala udang mempunyai kandungan
protein 15 sampai 20%. Selain itu penggunaan bahan pakan sumber protein, tepung rese dalam pembuatan wafer
pakan komplit berbasis tongkol jagung paling baik terhadap konsumsi NDF dan ADF
dibandingkan bahan pakan sumber protein tepung ikan, urea dan bungkil kedelai
terhadap kambing (Nurfaini, 2015).
Padli
(2015) menyatakan bahwa, konsumsi protein kasar kambing kacang
jantan yang diberikan pelet tongkol jagung yang bahan pakan sumber proteinnya
adalah tepung rese lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi protein kasar dan serat kasar wafer
pakan komplit dengan level tepung rese
yang berbeda.
Rumusan Masalah
Limbah
pertanian berupa tongkol jagung banyak tersedia pada musim panen, limbah ini
belum dimanfaatkan pada ternak dan terkadang dibakar, akan tetapi kendala utama
dari pemanfaatan tongkol jagung adalah rendahnya palatabilitas. Selain
palatabilitas yang rendah tongkol jagung juga memiliki kandungan protein yang
rendah sehingga diperlukan pengolahan
menjadi wafer tongkol jagung dengan penambahan tepung rese sebagai sumber
protein. Akan tetapi belum ada informasi level optimal tepung rese sebagai
sumber protein pada wafer berbahan baku tongkol jagung.
Hipotesis
Peningkatan level tepung
rese dalam pembuatan wafer tongkol jagung akan berpengaruh terhadap tingkat
konsumsi protein dan serat kasar.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung rese yang
berbeda dalam pembuatan wafer berbahan baku utama tongkol jagung terhadap
konsumsi protein dan serat kasar pada ternak kambing.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi bagi para peternak tentang penggunaan tongkol jagung sebagai sumber energi/serat
dalam pakan komplit yang dijadikan wafer dengan penambahan tepung rese sebagai
sumber protein untuk pakan ternak Kambing.
TINJAUAN
PUSTAKA
Gambaran Umum Kambing
Kambing
merupakan jenis ternak ruminansia yang sudah sejak lama dibudidayakan.
Memelihara ternak ini relatif tidak sulit, karena selain jinak makanannya juga
cukup beragam (Wijoseno, 2009). Kambing bisa hidup dan berkembang walau tanpa
dikandangkan karena mereka akan memakan apa saja yang ditemui sepanjang
wilayahnya. Namun, pola hidup seperti
ini tidak baik dan tidak sehat karena penuh resiko. Oleh karena itu dalam usaha
peternakan membutuhkan kandang untuk melindungi kambing dari terik matahari,
hujan, hewan pemangsa dan mencegah kambing merusak tanaman serta mengkonsumsi
pakan dan air yang berbahaya (Andoko,2013).
Kambing umumnya menolak pakan yang telah disentuh
oleh ternak lain dan tidak dapat mengkonsumsi satu jenis pakan saja dalam waktu
yang lama. Kambing dapat membedakan rasa pahit, manis, asin dan masam dan
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap rasa pahit. Pada ruminansia rangsangan penciuman
(bau/aroma) sangat penting bagi ternak untuk mencari dan memilih makanan.
Demikian pula rangsangan selera (rasa) akan menetukan apakah pakan tersebut
akan dikonsumsi oleh ternak atau tidak (Asminaya, 2007).
Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif
lebih banyak untuk ukuran tubuhnya, kambing lebih efisien dalam mencerna pakan
yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan domba. Kambing mampu
mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah
tua dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan
efisien sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan
(Tarigan,
2009).
Pakan Komplit
Pakan
komplit (Complete Feed) adalah
campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang
dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan
diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar.
Complete feed dibuat dari hasil samping pertanian seperti jerami
kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok,
dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi. Wahjuni dan Bijanti (2006)
menjelaskan, complete feed disusun
untuk menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai
nutrisi yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk
perbaikan sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk
pembuatan complete feed antara
lain :
1). Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu),
2). Sumber energi (dedak padi, kulit
kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3). Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil
kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok) dan 4). Sumber mineral (tepung
tulang, garam dapur).
Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain
meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam
palungan, hijauan yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat
dapat mendorong meningkatnya konsumsi. Selain itu, pakan komplit juga lebih
menjamin meratanya distribusi asupan harian ransum, agar fluktuasi kondisi
ekosistem di dalam rumen diminimalisir (Tafaj et al., 2007).
Wafer
Wafer
pakan merupakan suatu bahan yang mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan tinggi)
dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam (Ningrum,
2013). Wafer pakan yang berasal dari limbah sayuran merupakan pakan alternatif
untuk mengganti hijauan pakan pada saat musim kemarau.sehingga harganya murah Wafer
pakan dibuat dengan menggunakan mesin pengepres dengan bantuan panas dan
tekanan. Komposisi zat makanan dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan
sehingga diharapkan dapat disukai ternak (palatabel) dan dapat diberikan dengan
maksimal serta dapat mengatasi kelangkaan hijauan pada musim kemarau (Anonim,2012).
Wafer
adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube,
dalam proses pembuatannya mengalami proses pencampuran (homogenisasi),
pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu. Bahan baku yang
digunakan terdiri dari sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan
komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak (Ningrum, 2013).
Bentuk
wafer yang padat dan cukup ringkas diharapkan dapat : (1) memudahkan dalam
penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan
lainnya, (2) memberikan nilai tambah karena memanfaatkan limbah pertanian dan
perkebunan, (3) menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif
rendah dan (4) menghemat biaya produksi sebesar 10 % (Anonim,2012).
Tongkol Jagung
Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang
diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung
pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel
(Rohaeni et al., 2006).
Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam
bentuk segar adalah yang termudah dan termurah tetapi pada saat panen hasil
limbah tanaman jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok
pakan pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Di
Indonesia, kebanyakan petani akan memberikan tanaman jagung secara langsung
kepada ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang dilakukan oleh peternak
komersial sapi perah yang ada di Sumatera Utara.
Di daerah Indonesia bagian Timur,
jerami jagung selain diberikan dalam bentuk segar, dapat dikeringkan atau
diolah menjadi pakan awet seperti wafer, cubes dan disimpan untuk cadangan
pakan ternak (Nulik dkk.,
2006). Sedangkan di Amerika dan negara lain seperti Argentina dan Brazil yang
merupakan negara produsen jagung, limbah jagung sangat berlimpah (Mccutcheon dan
Samples, 2002). Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang diperlukan agar
kontinuitas pakan terus terjamin. Walaupun sebagian besar limbah tersebut
diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal
penanaman setelah
jagung
dipanen, namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan dengan cara
dibuat hay (menjadi jerami jagung kering) atau diawetkan dalam bentuk
silase sebagai pakan cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002).
Tongkol jagung merupakan limbah hasil pertanian yang
termasuk dalam pakan kasar. Tongkol jagung dapat diberikan pada ternak
ruminansia dan merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Komposisi
nutrisi tongkol jagung terdiri dari BK 90%, PK 2,8%, LK 0,7%, abu 1,5%, SK
32,7%, dinding sel 80% selulosa 25%, lignin 6% dan ADF 32% (Forsum, 2012).
Bahan Pakan Sumber Protein
1 . Tepung Kepala Udang / Tepung rese
Kebutuhan
ternak akan protein menjadi salah satu hal yang krusial bagi peternak dewasa
ini. Penggunaan sumber protein yang mahal menjadi salah satu kendala yang
berdampak pada tingginya biaya produksi.Limbah udang mengandung protein kasar
sekitar 25-40 persen, kalsium karbonat 45-50 persen dan kitin 15-20 persen. Selain
sebagai sumber yang telah disebutkan, limbah udang sendiri mengandung karotinoid
berupa astaxantin yang merupakan pro vitamin A untuk pembentukan
warna kulit. Gambaran kandungan protein
dan mineral yang cukup tinggi dari limbah udang, dapat dijadikan sebagai pakan
alternatif untuk ternak (Muzzarelli dan Joles, 2000).
Menurut Murdinah (1989), tepung kepala udang dibuat
dari limbah udang yang masih mempunyai kandungan protein yang tinggi. Tepung kepala udang mempunyai kandungan
protein 15 sampai 20%. Daging udang
mengandung asam amino essensial, seperti lisin, histidin, arginin, tirosin,
triptofan, dan sistin.
2.
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah: sisa-sisa ampas kelapa parut dan telah
dihilangkan kadar airnya melalui proses pemanasan (digongseng), begitu juga
dengan jagung dan kedelai. Bungkil jagung berarti sisa-sisa ampas jagung setelah
diperas, lalu dikeringkan. Tujuan menghilangkan kadar air ini adalah agar bisa
bertahan lama saat disimpan (Anonim 2013 ).
Bahan Pakan Sumber Energi
1. Dedak
Padi
Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi
beras dan kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi adalah hasil samping pada pabrik
penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak padi merupakan bagian kulit ari beras
pada waktu dilakukan proses pemutihan beras.
Dedak padi digunakan sebagai pakan
ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah,
mudah diperoleh, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Menurut (Schalbroeck, 2001), produksi dedak
padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap
kuwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak, sedangkan menurut Yudono et al. (1996) proses penggilingan padi dapat
menghasilkan beras giling sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%,
yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein dedak
berkisar antara 12-14%, lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan abu
sekitar 9-12% (Murni et al.,2008).
Dedak padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan
secara luas oleh sebagian peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang
berasal dari limbah agroindustri. Dedak
mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak
(Scott et al.,1982). Kelemahan utama dedak
padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0% dan adanya
senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat
dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah
yang merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun,
dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5%, bahan pakan
ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis
berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah
kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan
mineral (Rasyaf, 2004).
2. Molasses
Molasses atau tetes tebu adalah cairan dari hasil sampingan yang
didapatkan dari pengolahan gula melalui proses kristalisasi berulang. Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak secara
langsung dicampurkan pada pakan konsentrat ataupun melalui proses pengolahan
fermentasi pada pembuatan konsentrat sebagai bahan campuran, activator dalam
pembuatan sillase.
Molasses merupakan bahan pakan yang mengandung karbohidrat tinggi.
Selain itu, terkandung vitamin B kompleks dan vitamin – vitamin yang larut
dalam air (Yusran,2015).
Hewan ruminansia
seperti kambing,domba, sapi, kerbau suka dan bagus untuk perkembangan
pertambahan berat badannya, karena molasses ini berfungsi sebagai perangsang Molasses
atau tetes tebu adalah limbah utama industri pemurnian gula yang berasal
dari tanaman tebu. Molases merupakan
sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu,
molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan
kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki
kandungan protein kasar 3,1%; serat kasar 0,6%; BETN 83,5%; lemak kasar 0,9%;
dan abu 11,9%, karena rasanya manis, juga bisa sebagai media aktifator dalam
proses fermentsi dalam rumen pencernannya (Yusran,2015) .
3.
Dedak Jagung/Tepung Jagung
Dedak
jagung adalah limbah dari hasil olahan tanaman jagung, dedak jagung biasa
disebut tepung jagung atau empok jagung. Dedak jagung berbentuk mesh atau tepung dan
berwarna kuning. Dedak jagung mengandung BK 84,980 %, PK 9,379%, LK 5,591%, SK 0,577% dan 81,835% TDN (Wahyono dan Hardiyanto, 2004).
4. Tapioka
Tepung tapioka dibuat
dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong
polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi
tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83% dan amilosa 17%,
sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin
(Winarno, 2004).
5. Mineral
Sumber
mineral adalah segala bahan yang mengandung cukup banyak mineral dan fosfor. Mineral merupakan suatu zat organik yang
terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam
tanah, bebatuan, air dan udara. Sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium,
25% fosfor, dan 25% lainnya terdiri atas mineral lain. Mineral merupakan unsur nutrisi yang sangat
diperlukan dalam proses fisiologis ternak sehingga hewan dalam kelompok ini
merupakan unsur nutrisi yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses
fisiologis yang disebut defisiensi mineral. Defisiensi mineral yang terjadi pada ternak
antara lain: pertumbuhan menjadi terhambat, konsumsi ransum menjadi menurun,
laju metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktivitas menjadi menurun,
osteoporosis, sikap dan cara berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di
dalam, suatu kenaikan dalam jumlah urine, daya hidup berkurang, kulit telur
menipis dan produksi telur menurun, tetanus, pika yaitu nafsu makan menurun,
hewan mengunyah kayu, tulang, dan batu dan pertumbuhan bulu kasar (Anonim,
2014).
Konsumsi Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan
dalam bentuk protein kasar (PK). Kebutuhan
protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis,
ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein.
Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam
jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat
pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti, 2011).
Semakin cepat makanan diberikan maka semakin tinggi
pula konsumsi protein. Umumnya pada
ternak ruminansia jika konsumsi energi termanfaatkan dengan baik maka akan
berpengaruh pada konsumsi zat makanan lainnya seperti protein, mineral dan
vitamin (Rudiah, 2011).
Konsumsi protein kasar
yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis bahan
pakan khususnya bahan penyusun konsentrat. Konsentrat merupakan pangan penguat
dengan kadar serat kasar rendah dan banyak mengandung protein dan energi. Palatabilitas pakan dan jumlah pakan yang
dimakan akan meningkatkan konsumsi protein yang lebih banyak dari kebutuhan
minimalnya sehingga dapat berguna untuk meningkatkan bobot badan (Rangkuti,
2011).
Konsumsi
serat kasar
Pakan hijauan merupakan sumber serat kasar yang dapat
merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh.
Tingginya kadar
serat kasar dapat menurunkan daya rombak terhadap kinerja dari mikroba rumen
(Tillman et al., 1991)
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak
dapat dihidrolisis. Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi
kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya
(Tillman et al, 1991). Serat tidak pernah digunakan secara keseluruhan
oleh ruminansia, sekitar 20- 70 % dari serat yang dikonsumsi ditemukan dalam
feses (Cuthbertson, 1969). Tillman et
al (1991) menyatakan kecernaan serat kasar yang rendah merupakan akibat
dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis dengan pemberian pakan
hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang
tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat
makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh.
METODE
PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian
ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai September
2016. Penelitian dimulai dengan pembuatan pakan komplit yang dilaksanakan di
Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Analisis kandungan protein kasar dan serat kasar berdasarkan
analisis proksimat di Laboratorium Kimia
Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ternak
kambing jantan umur 1,5 tahun, tongkol jagung, dedak padi,
tepung jagung, tepung tapioka, bungkil kedelai, tepung rese, molasses, mineral sapi, dan garam dapur, serta
bahan-bahan dalam analisa protein kasar dan serat kasar
Peralatan
yang digunakan adalah timbangan, mesin penggiling, mesin wafer, oven, tanur dan
baskom, serta peralatan dalam analisa protein kasar dan serat kasar.
Perlakuan dan rancangan percobaan
Penelitian ini di rancang
dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4
4 (4 perlakuan dan 4 ulangan). Keempat
perlakuan tersebut sebagai berikut:
P1 : Ransum komplit mengandung tepung
rese 0 %
P2 : Ransum komplit mengandung
tepung rese 5 %
P3 : Ransum
komplit mengandung tepung rese 10 %
P4 : Ransum
komplit mengandung tepung rese 15 %
Adapun
denah perlakuan wafer tongkol jagung pada
kambing jantan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Denah Perlakuan wafer
Tongkol Jagung pada
Kambing jantan berdasarkan rancangan percobaan.
Periode
|
Kambing
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
|
I
|
P1
|
P2
|
P4
|
P3
|
II
|
P2
|
P1
|
P3
|
P4
|
III
|
P4
|
P3
|
P1
|
P2
|
IV
|
P3
|
P4
|
P2
|
P1
|
Komposisi
bahan pakan penyusun perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Sementara kandungan nutrisi setiap jenis
bahan baku yang dugunakan dilihat pada Table 3.
Tabel 4 memperlihatkan kandungan mineral sapi wafer pakan komplit per
kilogram. Table 5 memperlihatkan komposisi kimia proksimat dari masing-masing
perlakuan.
Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Tiap Perlakuan
Bahan (%)
|
Perlakuan
|
|||
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
|
Tongkol Jagung
|
50
|
50
|
50
|
50
|
Dedak padi
|
7
|
7
|
7
|
7
|
Tepung Jagung
|
7
|
7
|
7
|
7
|
Bungkil Kelapa
|
14.5
|
10
|
5.5
|
1
|
Tapioka
|
8
|
8
|
8
|
8
|
Tepung rese
|
0
|
5
|
10
|
15
|
Urea
|
1.5
|
1
|
0.5
|
0
|
Molases
|
10
|
10
|
10
|
10
|
Garam
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Mineral Sapi
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Total
|
100
|
100
|
100
|
100
|
Tabel 3. Kandungan nutrisi bahan pakan wafer
pakan komplit
Bahan Pakan
|
BK (%)
|
PK
(%)
|
SK
(%)
|
LK
(%)
|
Ca
|
P
|
Tongkol jagunga
|
90,62
|
2.8
|
25,38
|
1,8
|
-
|
-
|
Tepung Reseb
|
91,4
|
45
|
17,59
|
6,62
|
7,76
|
1,31
|
Urea
|
-
|
287
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Bungkil Kelapa
|
87,9
|
21,5
|
15
|
2
|
0,2
|
0,2
|
Dedak padic
|
89,6
|
12,9
|
11,4
|
13,0
|
0,04
|
0,21
|
Tepung Tapiokac
|
89,7
|
2,5
|
4,0
|
0,5
|
0,3
|
0,12
|
Tepung jagungc
|
89,1
|
9,0
|
2,0
|
4,0
|
0,02
|
0,1
|
Molasesc
|
87,5
|
4,0
|
0,38
|
0,08
|
1,5
|
0,1
|
Mineral sapi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
16,2
|
5,2
|
Garam
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,1
|
-
|
Sumber:
a=Wahyono
(2004). b= Suryaningrum (2011).c= Anggorodi (1995).
Table 4. kandungan mineral sapi per kilogram
Kandungan
|
Jumlah (mg)
|
Calcium
|
165.000
|
Phosphor
|
52.000
|
Sodium
|
157.000
|
Iron
|
2.500
|
Copper
|
2.500
|
Manganese
|
125
|
Iodine
|
50
|
Inc
|
5.000
|
Selenium
|
10
|
Sumber :
PT.medion
Tabel 5. Kandungan nutrisi setiap perlakuan
Jumlah
|
Perlakuan
|
|||
P1 (%)
|
P2 (%)
|
P3 (%)
|
P4 (%)
|
|
Bahan Kering
|
83,3849
|
83,4994
|
83,6139
|
83,7284
|
Protein Kasar
|
10,855
|
10,828
|
10,801
|
10,773
|
Serat Kasar
|
16,168
|
16,469
|
16,547
|
16,736
|
Lemak Kasar
|
2,642
|
2,809
|
2,976
|
3,143
|
Ca
|
0,3872
|
0,8692
|
1,1882
|
1,5072
|
P
|
0,1453
|
0,8183
|
1,4393
|
2,0603
|
Prosedur Pembuatan Wafer Tongkol Jagung
Tongkol
jagung dan bahan pakan lainnya yang masih kasar di giling halus terlebih dahulu
dengan menggunakan grinder, kemudian setiap bahan pakan ditimbang
berdasarkan formulasi tiap perlakuan dan dicampur secara merata. Dilakukan pencetakan dengan menggunakan
cetakan pengepres.
Prosedur pembuatan wafer
tongkol jagung untuk kambing dapat dilihat pada Gambar dibawah.
Bahan
Pakan Yang Masih Kasar
|
Penggilingan
|
Tongkol Jagung
|
Formulasi
|
Penimbangan
|
pencampuran
|
Pencetakan
|
Diangin-anginkan
|
Wafer
Tongkol Jagung Siap
Saji
|
Gambar : Prosedur Pembuatan Wafer
Tongkol Jagung untuk Kambing.
Prosedur penelitian
Penelitian ini menggunakan 4 ekor
kambing jantan dengan umur 1,5–2,0 tahun. Kambing di tempatkan dalam kandang
metabolisme yang berukuran ± 1 x 1 m yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Kandang ini dipasangi ram plastik di bawah
lantai kandang yang berfungsi untuk memisahkan feses dan urin, corong plastik
dan toples dipasang di bawah ram plastik untuk menadah urine, sehingga feses
dan urine tertampung dalam penampungan masing-masing.
Penelitian ini berlangsung 4
periode penelitian, tiap periode dibagi 2 tahap yaitu tahap pertama pembiasaan
selama 10 hari dan tahap kedua yaitu periode koleksi data selama 5 hari. Pembiasaan pakan dimasudkan agar ternak terbiasa dengan pakan yang
ditawarkan, dan semua pakan yang dimakan sebelumnya sudah keluar semua selama
10 hari. Sedangkan periode koleksi data
adalah data yang diambil merupakan pengaruh pakan perlakuan. Sedangkan pemberian pakan dan air minum
dilakukan secara ad-libitum.
Pengambilan
sampel
Pengambilan sampel pakan wafer dan sisa dilakukan
setiap hari selama koleksi disetiap periode.
Sampel yang terkumpul dicampur secara homogen kemudian diambil 10 %
untuk kebutuhan analisis di laboratorium.
Peubah
yang diukur
Peubah yang diukur pada penelitian
ini adalah konsumsi protein kasar dan serat kasar dari wafer tongkol jagung. Dimana
konsumsi ransum diukur berdasarkan jumlah ransum yang diberikan pada hari itu
dikurangi dengan sisa ransum keesokan paginya. Adapun rumus dari Konsumsi
Protein Kasar (KPK) dan Konsumsi Serat Kasar menurut Haris (1970) adalah:
Konsumsi Protein kasar dihitung berdasarkan rumus :
Konsumsi
PK = ( konsumsi BK x kadar PK wafer) - (BK sisa x kadar PK wafer )
Keterangan : PK = Protein Kasar
BK
= Bahan Kering
Konsumsi serat kasar dihitung berdasarkan rumus:
Konsumsi SK=
(konsumsi BK x kadar SK wafer) x (BK sisa x
kadar SK wafer)
Keterangan : SK = Serat Kasar
BK = Bahan
Kering
Analisis
sampel
Analisa protein kasar dan serat
kesar dilakukan dengan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan protein
kasar dan serat kasar dilakukan menurut prosedur sebagai berikut (AOAC, 1990):
Protein
kasar
Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan metode
Kjeldahl. Metode ini terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, distilasi dan
titrasi. Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam labu
Kjeldahl (dapat juga menggunakan tabung reaksi). Kemudian ditambahkan dengan 1
gram CuSO4
dan ditambah dengan 2,5 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya
cuplikan didestruksi selama 2 jam pada suhu 100 ºC. Setelah hasil destruksi
didinginkan, kemudian dimasukkan kedalam labu bulat yang telah diberi batu
didih dan ditambah dengan 50 mL aqua DM serta 15 mL NaOH 50 % w/v dan dilakukan
distilasi. Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL HCl 0,02 N; 4
tetes metil merah dan 4 tetes metilen biru hingga volume total mencapai 40 mL.
Kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH yang telah
distandarisasi dengan larutan H2C2O4 0,02 N. Titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Volume NaOH
yang digunakan untuk titrasi dicatat. Replikasi untuk masing-masing cuplikan sebanyak
lima kali.
Penentuan
kadar protein kasar dihitung menggunakan rumus :
Kadar
protein kasar =
x
100 %
Keterangan
:
V=
volume titrasi contoh
N=
normalitas larutan HCl atau H2SO4 sebagai penitar
P= faktor pengencer
100/5
Serat
kasar
Sampel sebanyak 5 g dimasukan kedalam
Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325
N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25
N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring kertas Whatman
No. 40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang di gunakan dicuci
berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol
95 %. Kemudian dikeringkan di dalam oven
bersuhu 100-110oC sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
Penentuan kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus :
Serat Kasar= Berat setelah oven –
berat setelah tanur – berat kertas saring x 100%
Berat
sampel sesungguhnya
Pengolahan
data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisi
ragam berdasarkan Rancangan Bujur Sangkar Latin 4
4 (4 perlakuan dan 4
ulangan). Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap parameter yang diukur akan
diuji dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (Sudjana. 1991). Model
matematika sebagai berikut.
Yijk = µ + ßi + Κj + Ƭk +
Ɛ ijk
Ket µ = rataan umum
ßi = pengaruh periode ke- i ( i =1,2,3,4 )
Κj =
pengaruh ternak ke -j (j= 1,2,3,4)
Ƭk = pengaruh perlakuan ke- k (k =1,2,3,4)
Ɛ
ijk =
galat percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata konsumsi protein
kasar dan Serat Kasar pada Kambing dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Pada Kambing
Parameter
|
Perlakuan (g/hari/ekor)
|
||||
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
Rata-rata
|
|
Konsumsi PK
|
68,4 ± 3,0
|
65,4±9,7
|
60,9±6,5
|
59,3±6,9
|
63,5
|
Konsumsi SK
|
189,4±60,1
|
194,3±55,3
|
216,4±95,6
|
186,9±51,7
|
196,7
|
keterangan: P1: Ransum komplit mengandung tepung rese
0%
P2: Ransum komplit mengandung tepung rese 5%
P3: Ransum komplit mengandung tepung rese 10%
P4: Ransum komplit mengandung tepung rese 15%
PK : protein kasar
SK : serat kasar
Konsumsi Protein Kasar
Analisis ragam memperlihatkan
bahwa perlakuan level tepung rese dalam wafer pakan komplit berbasis tongkol
jagung tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi
protein kasar pada ternak kambing.
Rataan konsumsi protein kasar ternak percobaan adalah 63,5 (g/ekor/hari)
dengan ayunan antara 59,3 g/ekor/hari (P4) sampai dengan 68,4 g/ekor/hari
(P1).
Hasil penelitian ini
menunjukkan konsumsi protein kasar tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata hal
ini dikarenakan bahan pakan penyusun dan bentuk fisik pakan perlakuan
sama. Alasan tersebut sesuai dengan
pendapat Mubarok (2008) bahwa keseragaman sifat fisik pakan dapat menyebabkan
palatabilitas pakan sama. Dalam
penyusunan ransum kandungan protein kasar dari setiap ransum adalah relatife
sama yaitu berkisar 16,1% (P1) sampai 16,7 (P4). Dari data ini menunjukkan bahwa tepung rese
bisa dipakai sampai taraf 15% dalam ransum tanpa berpengaruh negative pada
konsumsi. Menurut NRC (1981) bobot
kambing antara 10-20 kg (rataan 15 kg) untuk hidup pokoknya memerlukan protein
kasar (PK) sebesar 22-38 g/ekor/hari (rataan 30 g). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan
konsumsi protein kasar ternak kambing
adalah 63,5 (g/ekor/hari), dengan demikian konsumsi protein kasar pada
penelitian ini telah mencukupi untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan.
Konsumsi
Serat Kasar
Sidik ragam
menunjukkan bahwa wafer pakan komplit berbasis tongkol jagung dengan level
tepung rese berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap konsumsi serat kasar pada kambing, rataan konsumsi
serat kasar ternak percobaan adalah 196,7 g/ekor/hari dengan ayunan antara 186,9 g/ekor/hari
(P4) sampai dengan 216,4 g/ekor/hari (P3). Perbedaan yang tidak nyata pada konsumsi
serat kasar disebabkan kambing memiliki tingkat kesukaan (palatabilitas) yang
sama terhadap ransum perlakuan, baik pada P1, P2, P3, dan P4.
Durand (1989), menyatakan bahwa faktor aroma ransum menentukan
tingkat konsumsi. Hal ini diperkuat oleh
Pond et al. (1995), bahwa palatabilitas sebagai daya tarik suatu pakan
atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh
ternak. Palatabilitas biasanya diukur
dengan cara memberikan dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat
memilih dan memakan pakan yang lebih disukai.
Hasil penelitian ini menujukkan rataan konsumsi serat kasar yaitu 196,7 g/ekor/hari. Menurut pendapat Lu et
al., (2005) bahwa kambing
membutuhkan serat pakan yang cukup untuk aktivitas dan fungsi rumen yang
normal. Serat pakan mengalami degradasi oleh mikroba yang berperan sebagai
penyedia energi untuk mendukung hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan
reproduksi. Rataan konsumsi serat kasar berkisar 109-157 g/ekor/hari, (Lu et
al., 2005). Hasil penelitian ini
menujukkan rataan konsumsi serat kasar yaitu 196,7 g/ekor/hari, dengan demikian konsumsi serat
kasar pada penelitian ini telah mencukupi untuk kebutuhan hidup ternak kambing.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung rese
dengan level yang berbeda dalam wafer pakan komplit berbasis tongkol jagung
tidak mempengaruhi tingkat konsumsi protein kasar dan serat kasar pada ternak
kambing.
Saran
Perlu
penelitian lanjutan untuk menguji wafer pakan komplit berbasis tongkol jagung
terhadap kinerja produksi ternak kambing.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonym, 2012. Memanfaatkan
Limbah Pertanian Menjadi Pakan Kambing. http://
Wordpressby-Chris-Pearson-Converted-to-Blogger.com. Diakses pada tanggal 10
oktober 2016, Makassar.
_______.2013.Bungkil
Kelapa dan Kedelai.http://kesehatan-ternak.blogspot.co.id.
Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
_______. 2014. Sumber Mineral untuk Ternak. http://www.ilmuternak.com. Di Akses Pada
Tanggal 11 Desember 2015.
Andoko, A. 2013.
Beternak Kambing Unggul.Agromedia
Pustaka, 2013. Jakarta.Wijosenodkk,.Beternak
Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id
/ind/infotek/it-3.pdf. Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015.
Anggorodi,
R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT. Gramedia Putaka Utama.
Jakarta.
AOAC. 1990.
Official Methods of Analysis. 14th ed. Association of Officianalytical
Chemists, Washington.
Asminaya, N. A.
2007. Penggunaan Ransum Komplit Berbasis Sampah Sayuran Pasar untuk Produksi
dan Komposisi Susu Kambing Perah. IPB, Bogor.
Aylianawaty dan
E. Susiani. 1985. Pengaruh Berbagai Pre-Treatment Pada Limbah Tongkol Jagung
Terhadap Aktivitas Enzim Selulase Hasil Fermentasi Substrat Padat Dengan
Bantuan Aspergillus Niger. http://www. lppm.wima.ac.id/ailin.pdf.Diakses Pada
Tanggal 11 Desember 2015.
Cuthbertson, D.
1969. The Science of Nutrition of Farm Livestock. Part 1. Pegamon Press Ltd,
Oxford, London.
Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya.
Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Data Produksi Udang. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya.
Durand, M. 1989. Conditions
for optimizing cellulytic activity in the rumen in evaluation of straw in
ruminant feeding. Elsevier Applied Science, London and New York.
Forsum, 2012. Tongkol
Jagung. Http://www.forsum.wordpress. com. Diakses Pada Tanggal 11 Desember
2015. Makassar.
Lu, C. D., J. R. Kawas, and O. G. Mahgoub. 2005. Fiber digestion and
utilization in goats. Small Rumin. Res. 60:45-65.
Mccutcheon, J.
dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio
State University Extension. US. ANR10-02.
Mubarok, M.S. 2008.
Pemanfaatan Energi Pakan pada Domba dengan Pakan Komplit dari Berbagai Limbah
Pertanian dan Argoindustri. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Murni, R.,
Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah
Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas
Jambi. Jambi.
Murdinah. 1989. Studi stabilitas
dalam air dan daya pikat pakan undang bentuk pelet. Jurnal Penelitian Pasca
Perikanan. 15 : 29-36
Muzzarelli,
R.A.A and P.P. Joles. 2000. Chitin and Chitinases; Biochemistry of Chitinase.
Switzerland, Bikhauser Verlag.
Ningrum,
D.L, 2013. Sampah Potensi Pakan Ternak
yang Melimpah. http://rizal15fauzi.blogspot.com.Diakses
Pada tanggal 10 oktober 2016, Makassar.
NRC. 1981. Nutrient Requirements of Goats : Angora, Dairy, and Meat Goats in
Temperate and Tropical Countries. Nutrient Requirements of Domestic
Animals. No. 15. National
Academy Sci., Washington. D.C.
Nulik, J, D.
Kanahau dan E.Y. Hosang. 2006. Peluang dan prospek integrasi jagung dan ternak
di Nusa Tenggara Timur. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem
Integrasi Jagung – Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan,
Bogor. hlm. 253 – 260.
Nurfaini, A. 2015.
Konsumsi NDF dan ADF Pellet
Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung Dengan Sumber Protein Berbeda Pada
Kambing Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Padli, Y. 2015. Konsumsi Protein Kasar Dan Serat Kasar Pelet Tongkol
Jagung Yang Mengandung Bahan Pakan Sumber Protein Berbeda Pada Kambing Kacang
Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Pond, W.G., D.C. Chruch, and
K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th. JhonWiley and Son,
United States of America.
Rangkuti, J. H.
2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi
Tatalaksana yang Berbeda.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf, M.
2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Rohaeni, E.S.,
A. Subhan dan A. Darmawan. 2006. Kajian Penggunaan Pakan Lengkap Dengan
Memanfaatkan Janggel Jagung Terhadap Pertumbuhan Sapi. Pros. Lokakarya Nasional
Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus
2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 – 192.
Rudiah. 2011.
Respon Kambing Kacang Jantan Terhadap Waktu Pemberian Pakan. Media Litbang
Sulteng IV (1) : 67 – 74.
Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R.
J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd Edition, Published M, L Scott and
Associates: Ithaca, New York.
Sarwono,
2012.Beternak Kambing Unggul.Jakarta
: Penebar Swadaya.
Shcalbroeck. 2001. Toxicologikal
Evalution Of Red Mold Rice. DFG- Senate Comision
On Food Savety. Ternak Monogastrik. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sudjana, M. A. 1991. Desain dan Analisis
Eksperimen. Penerbit Tarsito, Bandung.
Suryaningrum, L.H. 2011. Pemanfaatan
Bulu Ayam Sebagai Alternatif Bahan Baku Pakan Ikan. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. No. 1033-1034. Hlm. 120.
Tafaj, M. Q.
Zebeli, C.H. Baes, H. Steingass and W.D. Rochner. 2007. A meta-analysis
examining effects of particle size of total mixed rations on intake, rumen
digestion and milk production in high-yielding dairy cows at early lactation.
Anim. Feed Sci. Technol. 138: 137 – 161.
Tarigan, A.
2009.Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp Sebagai Pakan Ternak Kambing
pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda. IPB,Bogor.
Tillman, A.D.,
H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S Lebdosoekojo., 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyono, D. E. dan R. Hardiyanto. 2004. Pemanfaatan
Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Lokakarya Nasional
Sapi Potong 2004. Hal 66-76.
Wahjuni,
R.S., dan R. Bijanti. 2006. Uji efek samping formula pakan komplit terhadap
fungsi hati dan ginjal pedet sapi friesian holstein. Media Kedokteran Hewan. 22
(3): 174 – 178.
Wijoseno. 2009. Beternak Kambing. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/infotek/it-3.pdf.
Diakses Pada Tanggal 11 Desember 2015
Winarno,
F.G.2004. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Yudono, B. F. Oesman, dan
Hermansyah. 1996. Komposisi Asam Lemak Sekam dan Dedak Padi. Majalah Sriwijaya.
32 (2): 8-11.
Yulistiani,
D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (Kecernaan>50%) dalam Ransum Komplit
Domba Komposit Sumatera dengan Laju Pertumbuhan >125 gram/hari.Balai
Penelitian Ternak, Bogor.
Yusran, Y. 2015. Molases Pada Pakan Sapi. http://yusranyahya.blogspot.co.id. Di Akses Pada
Tanggal 11 Desember 2015.
Ini adalah Bpk. Benjamin yang menghubungi rincian Email, lfdsloans@outlook.com. / lfdsloans@lemeridianfds.com Atau Whatsapp 1 989-394-3740 yang membantu saya dengan pinjaman 90.000,00 Euro untuk memulai bisnis saya dan saya sangat bersyukur, sangat sulit bagi saya di sini untuk mencoba membuat hal-hal sebagai ibu tunggal tidak mudah dengan saya tetapi dengan bantuan Le_Meridian memberikan senyum di wajah saya ketika saya melihat bisnis saya tumbuh lebih kuat dan berkembang juga. Saya tahu Anda mungkin terkejut mengapa saya meletakkan hal-hal seperti ini di sini tetapi saya benar-benar harus mengucapkan terima kasih jadi siapa pun yang mencari bantuan keuangan atau melalui kesulitan dengan bisnis yang ada atau ingin memulai proyek bisnis dapat melihat hal ini dan memiliki harapan untuk keluar dari kesulitan..Terima Kasih.
BalasHapus